Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Selasa 2 Juli 2024, berpotensi bergerak bervariasi (mixed) seiring dengan rilisnya sejumlah data ekonomi terbaru yang beragam, termasuk di antaranya data aktivitas manufaktur Indonesia dengan laju ekspansinya melambat. Serta di Juni, RI terjadi deflasi secara bulanan.

Adapun pada perdagangan kemarin Senin 1 Juli, IHSG berhasil mencatatkan kenaikan 76,04 poin, atau menguat 1,08% dan menutup perdagangan pada level 7.139.

Analisis Teknikal IHSG Selasa 2 Juli 2024 (Riset Bloomberg Technoz)

Secara teknikal, IHSG sejatinya masih berpotensi melanjutkan tren penguatan, namun dengan laju yang terbatas, bergerak di kisaran sempit di antara trendline garis putih dan MA-100 pada area level 7.120–7.200. Untuk resistance selanjutnya ada level 7.240 yang jadi target terdekat dan paling optimis. Dengan terkonfirmasi memiliki support kuat IHSG pada level 7.100–7.064 di time frame daily-nya.

Sentimen pada perdagangan hari ini utamanya datang dari global dan dalam negeri. Aktivitas manufaktur Amerika Serikat melambat selama tiga bulan berturut-turut di Juni. Sementara pada indikator harga-harga terjadi kejatuhan paling tajam dalam lebih dari setahun.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Institute for Supply Management (ISM) memaparkan, aktivitas manufaktur stagnan di angka 48,5 dibandingkan dengan 48,7 pada bulan sebelumnya. Angka tersebut masih ada di bawah angka 50 yang menjadi pemisah antara kontraksi dan ekspansi.

Ukuran harga bahan baku yang dibayarkan oleh produsen ambles 4,9 poin, penurunan terbesar sejak Mei 2023. Pada angka 52,1, indeks ini sekaligus menunjukkan pertumbuhan biaya paling lambat tahun ini.

Di pasar AS, sembilan industri melaporkan aktivitas kontraksi pada Juni, dipimpin oleh pabrik tekstil, mesin, dan logam fabrikasi. Sedangkan, lainnya ada delapan industri masih menunjukkan pertumbuhan.

Aktivitas manufaktur AS. (Sumber: Bloomberg)

Namun demikian, meskipun aktivitas manufaktur secara keseluruhan masih menunjukkan pelemahan, masih ada sinyal positif bagi produsen yaitu kenaikan pada indeks pesanan baru ISM. Ukuran tersebut rebound hampir 4 poin menjadi 49,3, yang mencerminkan angka pemesanan mendekati stabilisasi.

Selanjutnya investor menunggu dengan cermat rilis data ketenagakerjaan yang keluar di pekan ini. Konsensus pasar memperkirakan perekonomian AS menciptakan 195.000 lapangan kerja non-pertanian (Non-Farm Payroll/NFP) pada Juni, jauh di bawah angka bulan sebelumnya yang mencapai 272.000.

Data aktivitas manufaktur tersebut, dan mungkin perlambatan di pasar tenaga kerja menunjukkan bahwa perekonomian Negeri Paman Sam mulai ‘Mendingin’ akibat kebijakan moneter ketat. 

Dari dalam negeri, Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, data S&P Global Manufacturing PMI Indonesia melambat ke level 50,7 di Juni, angka terendah sejak Mei 2023 dari level 52,1 pada bulan sebelumnya.

Dengan aktivitas manufaktur Indonesia yang masih berada di zona ekspansi, ini berarti sudah berlangsung selama 34 bulan berturut-turut meskipun laju ekspansi terus melambat selama tiga bulan belakangan.

Akan tetapi, PMI manufaktur jauh melambat dibandingkan dengan Mei sebelumnya. Angka dan pencapaian 50,7 juga menjadi yang terendah sejak Mei tahun lalu.

Adapun S&P Global mengungkapkan, penurunan PMI disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan output dan permintaan. Produksi tumbuh dalam laju terlemah sejak Mei 2023, sementara pemesanan baru tumbuh di posisi terlemah dalam 13 bulan. Permintaan ekspor yang masih lemah lagi-lagi menjadi beban.

Bergeser, “Laju kenaikan Inflasi Utama (Headline CPI) Indonesia melambat menjadi 2,51% yoy di Juni, terendah sejak September 2023 dari 2,84% yoy di bulan sebelumnya dan lebih rendah dari ramalan pasar yang naik 2,70% yoy. Inflasi Inti (Core CPI) juga tumbuh melambat menjadi 1,90% yoy dari laju tercepat dalam delapan bulan 1,93% yoy di Mei dan lebih rendah dari estimasi pasar 1,96% yoy,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Ekonom menilai Indeks Harga Konsumen yang mencatatkan deflasi selama dua bulan berturut-turut, yakni Mei dan Juni 2024 ini menjadi sinyal kewaspadaan bagi perekonomian nasional.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mengumumkan, RI terjadi deflasi 0,08% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Juni 2024. Di luar ekspektasi pasar, deflasi ini lebih ‘Dalam’ dibandingkan dengan Mei yang juga terjadi deflasi 0,03% mtm, dan menjadi deflasi kedua tahun ini.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 1,08% ke 7.139 dan masih didominasi oleh volume pembelian, penguatannya mampu menembus MA-60. 

“Saat ini, posisi IHSG diperkirakan sedang berada pada bagian dari wave (iii) dari wave [v] dari wave 1 dari wave 3, sehingga penguatan IHSG akan cenderung terbatas dan rawan terkoreksi membentuk wave (iv) ke rentang area 6.960-7.077,” papar Herditya dalam risetnya pada Selasa (2/7/2024).

Herditya juga memberikan catatan, adapun area penguatan IHSG diperkirakan akan menguji 7.149.

Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, BMRI, INCO, MDKA, dan MEDC.

Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, IHSG rawan profit taking atau pullback ke kisaran 7.100 di perdagangan hari ini, Selasa (2/7). 

“Pasalnya, IHSG sempat uji resistance area 7.130-7.150, tapi gagal mempertahankan poisisinya hingga penutupan Senin (1/7). Terindikasi terdapat peningkatan tekanan jual ketika IHSG menguji resistance area tersebut, terlebih Stochastic RSI sudah sangat overbought,” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi saham BBNI dan BMRI, juga pada saham WIKA, ESSA dan MDKA.

(fad/wep)

No more pages