Selain IHSG, indeks lain yang melaju di jalur hijau adalah Shanghai Composite (China), Shenzhen Comp. (China), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), Topix (Jepang), KLCI (Malaysia), Kospi (Korea Selatan), Straits Times (Singapura), dan Nikkei 225 (Tokyo), yang menguat masing-masing 0,92%, 0,77%, 0,74%, 0,52%, 0,51%, 0,23%, 0,16%, dan 0,12%.
Dengan pencapaian positif itu, IHSG mencatat kenaikan tertinggi nomor satu di Asia, dan juga di ASEAN, berdasarkan data Bloomberg, Senin (1/7/2024).
Penyebab IHSG Melesat
Sejumlah sektor saham menjadi penyebab IHSG melesat pada Sesi II siang hari. Sektoral saham transportasi, saham barang baku, dan saham energi mencatatkan penguatan paling impresif, dengan masing-masing melesat mencapai 4,14%, 3,14% dan 2,27%.
Adapun saham-saham barang baku yang jadi pendorong penguatan IHSG ialah, saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) melonjak 14,1% dan saham PT Timah Tbk (TINS) juga meroket 5,71%. Sama halnya, saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) juga lompat hingga 4,77%.
Sentimen yang mewarnai laju indeks IHSG datang dari rilis data inflasi Juni siang tadi.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik mengumumkan data inflasi RI pada periode Juni. Di luar ekspektasi pasar, terjadi deflasi secara bulanan.
Pada Senin, BPS memaparkan, deflasi pada Juni tercatat 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih 'Dalam' dibandingkan dengan Mei yang juga deflasi sebesar 0,03%.
"Pada Juni 2024 terjadi deflasi sebesar 0,08% secara bulanan, atau terjadi penurunan IHK dari 106,37 pada Mei menjadi 106,28 pada Juni," terang BPS, di Jakarta, Senin.
Adapun dibandingkan Juni tahun lalu (year-on-year/yoy), inflasi berada di 2,51%. Melandai dibandingkan Mei yang sebesar 2,84% yoy. Sekaligus tercatat ada di level terendah sejak September yang lalu.
Adapun konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg menghasilkan median proyeksi inflasi bulanan pada Juni sebesar 0,06%. Sedangkan inflasi tahunan pada Juni diperkirakan 2,7%.
Pendorong IHSG juga datang dari global, efek melambatnya inflasi Amerika Serikat yang tercermin dari data Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) yang sesuai dengan ekspektasi pasar, merupakan indikator favorit Bank Sentral AS dalam menentukan kebijakan moneternya.
Semakin memperkuat alasan bagi Bank Sentral untuk mulai memangkas suku bunga jelang tutup tahun ini.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi inti (PCE), yang tidak memasukkan makanan dan energi yang fluktuatif, hanya melaju dengan kenaikan 0,1% dari bulan sebelumnya.
Ini menandai kenaikan terkecil dalam enam bulan. Jika tidak dibulatkan, kenaikannya hanya terjadi 0,08%, sekaligus menjadi yang terkecil sejak November 2020.
Dibandingkan dengan tahun lalu, inflasi hanya menguat 2,6%, terkecil sejak awal 2021, menurut data Biro Analisis Ekonomi (Bureau of Economic Analysis/BEA) yang dirilis pada Jumat.
Kabar terbaru ini membawa rasa gembira bagi para pejabat tinggi The Fed yang ingin memulai pemangkasan suku bunga acuan dalam beberapa bulan di pertemuan mendatang, meskipun para pembuat kebijakan kemungkinan ingin melihat laporan tambahan seperti ini terlebih dahulu.
"Deflasi harga barang dan pelemahan yang mulai kita lihat setidaknya memberi jalan menuju kemungkinan penurunan suku bunga di bulan September," kata Kepala Ekonom KPMG Diane Swonk.
"Deflasi harga barang dan pelemahan yang mulai kita lihat setidaknya memberi jalan menuju kemungkinan penurunan suku bunga di bulan September," kata Kepala Ekonom KPMG Diane Swonk.
(fad)