Bloomberg Technoz, Jakarta - Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menilai Indonesia tidak pernah belajar ihwal keamanan siber sejak kasus penyadapan terhadap Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terungkap pada 2013. Menurut Ardi, kasus peretasan data menunjukkan kecerobohan Indonesia dalam keamanan siber terus berulang, seperti terjatuh pada lubang yang sama.
“Kita tidak belajar dari situ, pengulangan kecerobohan kita berulang-ulang terus, kejeblos ke lubang yang sama berkali-kali itu yang terjadi sama kita sekarang,” ujar Ardi saat berbincang dengan Bloomberg Technoz, Senin (1/7/2024).
Dilansir melalui berbagai sumber, pada 2013, terungkap praktik penyadapan oleh badan intel Australia terhadap telepon seluler SBY.
Perkara ini diketahui setelah muncul bocoran dokumen rahasia badan intelijen Amerika Serikat (AS), NSA, yang dibeberkan Edward Snowden kepada media.
Menurut Ardi, Indonesia harus melakukan berbagai pembenahan sehingga kejadian serupa tidak kembali terulang pada masa mendatang.
Terlebih, berdasarkan beberapa sumber miliknya, peretasan yang terjadi saat ini pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) tidak dapat dipulihkan.
“Datanya dihapus, sudah dihapus. PDN itu kan saya sering kali bilang itu tambang emas, jadi emas yang ada disitu tidak bisa dipulihkan,” ujarnya.
“Artinya mereka harus melakukan upaya manual ya, tahap demi tahap, dan akan memakan waktu, apalagi sekarang kita berhadapan dengan fase kritikal pelayanan publik, ini juga berlomba dengan waktu.”
Dengan demikian, Ardi menilai prioritas pemerintah untuk mengedepankan pemulihan merupakan langkah yang tepat. Terkait upaya penyidikan dan penyebab dapat dilakukan pada masa mendatang, yang tentu bakal memakan waktu sangat panjang.
PDNS diretas oleh ransomware Brain Chiper yang menutup akses ke data yang ada di sana hingga kini. Upaya perbaikan atau recovery terhambat karena tidak semua tenant yang memiliki back up data.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan keputusan tidak mewajibkan penyediaan backup data di pusat data nasional (PDN) karena masalah anggaran yang dihadapi oleh lembaga dan institusi pusat/daerah sebagai tenant.
"Kadang tenant kesulitan melakukan pengadaan infrastruktur back up karena persoalan keterbatasan anggaran atau kesulitan menjelaskan urgensi back up itu pada otoritas keuangan atau auditor," kata Budi di depan rapat dengan Komisi I DPR, Kamis (27/6/2024).
Selanjutnya, Budi akan mewajibkan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah memiliki backup atau cadangan data yang dikumpulkan di PDN.
Ini merupakan respons dari temuan minimnya back up data lembaga, kementerian dan daerah yang ada di PDNS Surabaya yang diretas hacker.
“Jadi ini sifatnya mandatory, bukan opsional. Paling lambat Senin Kepmen (Keputusan Menteri) akan saya tandatangani,” ujar Budi Arie dalam rapat.
-Dengan asistensi Muhammad Fikri.
(wep)