Logo Bloomberg Technoz

Ekonom: Alih-alih Kuatkan Rupiah, SRBI Justru Bikin Crowding Out

Redaksi
01 July 2024 06:40

Ilustrasi utang Indonesia (Dennis A Pratama/Bloomberg Technoz)
Ilustrasi utang Indonesia (Dennis A Pratama/Bloomberg Technoz)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Selama ini, Bank Indonesia (BI) meyakini telah memiliki sejumlah instrumen moneter untuk menjadi obat kuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), salah satunya, Sertifikat Berharga Bank Indonesia (SRBI). Namun, instrumen ini dinilai justru dapat mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah akibat keluarnya dana asing dari SRBI, dan penerbitan SRBI yang lebih agresif untuk pembayaran kembali atau refinancing.

Berdasarkan data Bahana Sekuritas, total penyerapan SRBI telah melampaui Rp805 triliun (US$49 miliar) sejak pertama kali diluncurkan. Angka ini sudah memperhitungkan pengumpulan dana BI pada lelang Jumat (28/6/2024) lalu yang sebesar Rp18 triliun.

Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai, karena surat berharga rupiah ini memiliki tenor yang pendek, yakni 6 bulan, 9 bulan, dan 12 bulan, maka akan terdapat gelombang surat utang yang akan jatuh tempo pada bulan-bulan mendatang. Hal ini dapat mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah akibat keluarnya dana asing dari SRBI, dan penerbitan SRBI yang lebih agresif untuk pembayaran kembali atau refinancing.

"Diskusi kami dengan pejabat BI menunjukkan bahwa bank sentral bermaksud mempertahankan pemanfaatan SRBI yang kuat dalam beberapa bulan mendatang untuk mendukung rupiah," ujar Satria dalam hasil risetnya, dikutip Senin (1/7/2024). 

Dalam hal ini, Satria menilai BI kini berupaya mengelola trinitas atau tiga peran yang mustahil dalam kebijakan moneter, yakni dengan memprioritaskan SRBI untuk menarik arus masuk asing (mobilitas modal) dibandingkan intervensi valuta asing sebagai bentuk manajemen nilai tukar, atau penyesuaian suku bunga BI sebagai otonomi kebijakan moneter.