Sekadar informasi, belum lama ini Aliansi IKM dan Pekerja Nasional melakukan unjuk rasa atas gelombang PHK industri TPT, yang mana salah satu tuntutannya adalah menolak diberlakukannya Permendag No. 8/2024 tentang pengendalian impor, dan mengembalikannya kepada Permendag No.36/2023.
Nandi juga sempat mengungkapkan kekecewaannya terhadap beberapa kementerian yang ditudingnya tidak memahami kondisi industri TPT di lapangan.
Dia bahkan mempertanyakan mengapa kementerian-kementerian tersebut tetap mengambil keputusan untuk menerapkan aturan impor yang baru berlaku pada 17 Mei tersebut. Dia menduga ada kerja sama tidak langsung yang dilakukan oleh beberapa menteri.
"Empat kementerian pernah datang ke kami. Pernah tahu kondisi kami, yang seharusnya kalau jadi menteri yang benar, tahu kondisi kami, kenapa putuskan [Permendag No.8/2024] ini ada apa? Apa [mereka] bekerja sama dengan importir? Boleh, silahkan bekerja sama dengan importir, tetapi lihat tanggung jawab jutaan orang sekarang menganggur," tegasnya.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya dukungan pemerintah untuk menyelamatkan industri TPT. "Kami ini [industri] penopang ekonomi bangsa. Makanya, kami kalau seandainya Permendag 8 direvisi lagi, seperti Permendag 36 dan ada pertek [persetujuan teknis] dari Kemenperin, saya berjanji di tahun ini bisa menciptakan 3 juta lapangan kerja bagi teman-teman IKM," jelasnya.
Tutup Pabrik
Ditemui pada kesempatan yang sama, salah satu pekerja produk tekstil asal Bandung, Tajudin —yang tidak ingin disebutkan nama perusahaannya — menyatakan tempatnya bekerja sampai harus menutup pabrik lantaran sudah tak banyak lagi pesanan yang membanjiri pabrik tersebut.
Tajudin yang telah bekerja sejak 1992 di pabrik tersebut, bahkan sampai membandingkan perkembangan produk tekstil ketika masih berjaya.
Dia mengeklaim, dengan bekerja di pabrik sampai lembur, bisa menambah penghasilan dari gaji yang telah mereka dapatkan. Namun kini, semuanya tak lagi sama.
"Bagaimana si perusahaan itu mendapatkan keuangan kalau memang industrinya juga tidak jalan begitu. Sehingga ya, kemacetan-kemacetan itu terjadi, tetapi ada memang sih beberapa perusahaan yang modalnya stabil gitu, ya bisa menyelesaikan hak-hak kami [karyawan ter-PHK] dibayarkan, tetapi masih banyak [juga] perusahaan yang memang saat ini karyawan-karyawan yang telah dirumahkan itu belum tentu nasibnya kapan mereka dibayar," kata Tajudin kepada awak media.
Untuk itu, perlindungan terhadap pabrik TPT baik skala besar maupun kecil yang bilamana tidak dilakukan oleh pemerintah, lanjutnya, bisa memberikan dampak yang sangat besar terhadap pekerja TPT yang perlahan menghadapi PHK.
"Kami pada saat ini hanya berharap banyak bahwa memang hidup kami itu di [pabrik] itu. Bagaimana kita mau membiayai keluarga, anak sekolah, kehidupan sehari-hari. Kita ini nasib menggantungkan diri kepada usaha-usaha di industri, dan kita sebagai karyawannya," pungkasnya.
Kementerian Perdagangan sebelumnya memberikan sinyal bahwa Permendag No. 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor memungkinkan untuk bisa direvisi kembali.
Terlebih, peraturan soal impor tersebut kerap disebut-sebut menjadi biang badai PHK industri TPT di tengah banjir impor yang makin deras akibat kemudahan syarat impor yang terdapat dalam permendag tersebut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso menekankan otoritas perdagangan masih dalam tahap evaluasi dari implementasi Permendag 8 yang baru ditetapkan sejak 17 Mei 2024.
"Konsepnya kan kembali ke [Permendag] No. 25/2022 arahnya, jadi coba deh kita evaluasi lagi semua, harusnya permendag itu kan prosesnya dinamis, kan juga sudah beberapa kali kemarin diubah," jelas Budi ketika ditemui di kantor Kemendag, Rabu (19/6/2024).
Untuk itu, dia kembali menekankan bahwa proses evaluasi Permedag ini akan masih terus dijalankan, meski belum akan ada revisi permendag tersebut dalam waktu dekat.
"Oh enggak-enggak belum [akan direvisi dalam waktu dekat]," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan impor komoditas TPT masih menggunakan syarat pertek dalam Permendag 8. Dengan demikian, Zulhas membantah badai PHK di industri TPT dipicu oleh derasnya banjir impor karena permendag ini.
"[Impor] tekstil masih [pakai] pertek. Jadi kalau [banyak pabrik] tekstil kita tutup jangan disalahkan Permendag 8; belum tentu. Karena TPT itu masih ada perteknya dari [Kementerian] Perindustrian," papar Zulhas.
"Kadang-kadang semangat kita tinggi untuk melindungi [industri] kita, tetapi kan teknologi enggak bisa dilawan juga," jels Zulhas.
Impor Pakaian Naik
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor pakaian dan aksesori menunjukkan tren peningkatan pada bulan-bulan menjelang hari raya keagamaan, terutama saat Lebaran. Fenomena ini terjadi baik pada tahun ini maupun tahun lalu.
"Secara kumulatif hingga Maret 2024; China, Vietnam, dan Bangladesh adalah tiga negara utama asal impor pakaian dan aksesori Indonesia," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah dalam Konferensi Pers Perkembangan Neraca Perdagangan Mei 2024, Rabu (19/6/2024).
Secara terperinci disebutkan, impor pakaian dan aksesori terbanyak berasal dari China, yakni mencapai 38,76%. Sisanya, dari Vietnam 13,99%, Bangladesh 10,36%, dan Turki 5,02%. Impor dari negara lain-lain sebanyak 31,86%.
Untuk komoditas aksesori, impor terbanyak berasal dari China, yakni 30,28%. Kemudian, dari Bangladesh 11%, Vietnam 8,91%, dan Hong Kong 8,57%. Sisanya negara lain-lain 41,24%.
Berdasarkan data BPS, nilai impor Indonesia pada Mei 2024 tercatat US$19,4 miliar atau tumbuh negatif 8,83% dibanding periode yang sama tahun lalu atau secara year on year (yoy). Realisasi impor memburuk dibandingkan dengan April yang tumbuh 4,62% yoy.
(prc/wdh)