Maka hal tersebut menimbulkan dorongan bagi kaum pengusaha untuk mendirikan perusahaan pertenunan dalam negeri. Pertumbuhan industri yang baru ini dipercepat dengan ditemukannya sebuah model alat tenun bernama "Textiel Inrichting Bandung" yang disebut menurut instasi yang menemukannya. Ialah alat TIB dengan kecepatan 8 kali tenun.
Muncul Perusahaan tekstil
Mulai timbul beberapa buah perusahaan besar yang mengambil buruh dari sekelilingnya. Sambil bekerja, buruh-buruh itu belajar menenun dan menabung sedikit uang. Jika tabungannya sudah cukup untuk membeli sebuah atau dua buah alat T.I.B dan beberapa pak benang tenun, disebutkan para buruh akan keluar dari pabrik dan menenun sendiri di rumah.
Pertenunan yang kecil-kecil ini makin bertambah besar dan mengambil buruh dari sekelilingnya. Buruh itu kemudian keluar dan mendirikan pertenunan sendiri di rumah dan begitu seterusnya sehingga timbulah sebuah pemusatan pertenunan di daerah itu. Dengan sendirinya timbul banyak pertukangan baju yang membuat alat-alat TIB dan pasaran bahan mentah di mana dijual benang dan bahan setara eceran,
Di daerah yang subur tanahnya atau yang pendudukanya tak padat, pertenunan biasanya tidak tubuh. Sebalinua didaerah tandus atau yang pada penduduknya, pertenunan merupakan kesempatan yang baik sekali sehingga dapat subur tumbuhnya.
Selama pendudukan Jepang, industri tersebut dikatakan mendapat kesukarran dalam bahan mentah. Tetapi karena tidak ada impor bahan pakaian, maka seluruh perindustrian harrus bekerja untuk alat-alat distribusi. Pemerintah yang membagikan bahan mentahnya kepada penduduk di daerah-daerah dianjutkan untuk menanam kapas di kebun-kebun atau di halaman rumahnya, dan memintal serta menenun sendiri. Maka waktu pendudukan Jepang yang sukar itu menyuburkan industri rumah tangga pertenunan di daerah-daerah.
di Pulau Jawa ada beberapa buah pemusatan industri tekstil ialah daerah-daerah :
- Bandung dan sekitarnya
- Pesisir Utara Jawa Tengah, antara Tegal dan Semarang
- Surakarta, terutama di Pedan, sebuah desa di kabupaten Klaten
- Yogyakarta
- Surabaya
- Kediri dan Tulungaung
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja juga tak menampik bilamana produk TPT dalam negeri gagal bersaing dengan barang serupa impor yang membanjiri pasar domestik.
"Turunnya order ini dikarena harga produk TPT Indonesia tidak dapat bersaing dengan produk impor yang masuk ke pasar dalam negeri Indonesia. Produk TPT Indonesia bersaing dengan produk impor yang lebih murah dibandingkan dengan produk TPT Indonesia," ujar Jemmy kepada Bloomberg Technoz belum lama ini.
Turunnya permintaan dan kian ketatnya persaingan produk impor yang lebih murah mengakibatkan banyak pabrik TPT di Indonesia terpaksa melakukan PHK massal. Sentra-sentra industri yang paling terdampak berada wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
"Hingga Mei 2024, total PHK yang terjadi di industri TPT kurang lebih terdapat 10.800 tenaga kerja yang terkena PHK. Hingga kuartal I-2024 terjadi kenaikan jumlah PHK sebesar 3.600 tenaga kerja atau naik sebesar 66.67% secara year on year (yoy)," sebut Jemmy.
(dec/spt)