Logo Bloomberg Technoz

Di sisi lain, NPL industri perbankan mengalami kenaikan dari 2,25% pada Maret 2024 menjadi 2,33% pada April 2024. Faktor utama naiknya NPL disebabkan melonjaknya NPL UMKM pasca-berakhirnya resktrukturisasi pada akhir Maret 2024, yakni dari 3,98% menjadi 4,26% pada April 2024.

"Kondisi ini akan membebani industri perbankan, karena harus mencadangkan kerugian penurunan nilai lebih banyak," kata Josua.

Dengan kata lain, kenaikan NPL secara umum akan dimitigasi oleh perbankan dengan kenaikan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) guna tidak mempengaruhi permodalan bank secara signifikan.

Pada akhirnya, perpanjangan restrukturisasi dapat menjaga kondisi kesehatan industri perbankan saat ini, di mana UMKM masih belum pulih dari pandemi dan kondisi ketidakpastian ekonomi global masih cukup tinggi. Jika kondisi perbankan terjaga sehat, maka peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk terakselerasi akan meningkat.

Sebelumnya, pemerintah mengusulkan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang seharusnya selesai pada Maret 2024, diperpanjang hingga 2025. Selanjutnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan menindaklanjuti usulan tersebut dan menyampaikannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal itu, diungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto setelah menghadiri rapat kabinet paripurna di Istana Negara, Senin (24/6/2024).

“Nah tadi ada arahan Bapak Presiden (Joko Widodo) bahwa kredit restrukturisasi akibat daripada Covid-19 itu yang seharusnya jatuh tempo pada bulan Maret 2024 ini diusulkan ke OJK nanti melalui KSSK dan Gubernur BI untuk mundur sampai dengan 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers yang ditayangkan di Youtube Sekretariat Kabinet.

Airlangga menjelaskan, perpanjangan kebijakan tersebut dapat mengurangi pencadangan dana yang dilakukan perbankan atas kerugian Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Dia mengatakan bahwa pada Oktober 2020 yang lalu besaran restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 tercatat sebesar Rp830 triliun dan per Maret tahun ini tercatat turun menjadi Rp228,2 triliun.

“Karena ini akan mengurangi perbankan mencadangkan kerugian akibat kredit KUR. Kalau kita lihat outstandingnya sudah turun banyak,” ujarnya.

Pada pemberitaan yang lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa meskipun program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 berakhir, sebenarnya masih terdapat opsi bagi perbankan untuk melanjutkan program kredit dengan ketentuan normal.

“Tapi kalau mereka pasti sudah tidak bisa diselamatkan itu urusan bank masing-masing,” ucap Dian.

Ia juga menyatakan, bahwa secara rata-rata industri perbankan terpantau dalam posisi yang siap. Tercermin dari CKPN perbankan yang menurutnya sudah cukup kuat.

“Jadi kita juga CKPN sudah cukup kuat. Jadi tidak ada isu lah bisa dikatakan,” ujar Dian setelah konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK), Selasa (20/2/2024).

Berdasarkan konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan Februari lalu, atau sebulan sebelum kebijakan dihentikan, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp251,21 triliun per Januari 2024, yang pada Desember 2023 tercatat sebesar Rp265,78 triliun.

Dalam hal ini, jumlah kredit itu mengalami penurunan sebesar Rp14,57 triliun. Sedangkan jumlah nasabah, tercatat turun menjadi 977 ribu nasabah, yang pada Desember 2023 tahun lalu tercatat sebesar 1,04 juta nasabah.

Selanjutnya, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,79% yang pada Desember 2023 sebesar 0,71%. dan NPL gross sebesar 2,35%, yang pada Desember 2023 sebesar 2,19%.

(lav)

No more pages