Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan telah mengeluarkan anggaran hingga Rp 17,86 triliun untuk pengobatan pasien yang mengalami penyakit respirasi, sepanjang 2018-2022. Secara lebih detil, lembaga ini membayar Rp 8,7 triliun untuk pengobatan Pneumonia; Tuberkulosis Rp 5,2 triliun; PPOK Rp 1,8 triliun; Asma Rp 1,4 triliun; dan kanker paru-paru sebesar Rp 766 miliar.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, penyakit respirasi kerap dipicu 4 faktor yaitu polusi udara, kebiasaan merokok (aktif atau pasif), infeksi berulang, dan genetik. Meski demikian, menurut dia, penyebab paling tinggi adalah polusi udara yang tercatat memicu 15%-30%.
"Ini permasalahan lingkungan dan kita ada di dalamnya dan ini harus diatasi bersama-sama. Kita berharap anak anak kita, generasi masa depan, tetap dapat menghirup udara segar dan sehat. Sehingga anak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal," kata Budi seperti dilansir Kementerian Kesehatan, Rabu (5/4/2023).
Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019, terdapat 5 jenis penyakit respirasi yang menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia; yaitu penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru-paru, tuberkulosis, dan asma.
Dari data tersebut, PPOK telah menyebabkan 3,2 juta kematian; Pneumonia 2,6 juta kematian; kanker paru 1,8 juta kematian; tuberkulosis 1,2 juta kematian; dan asma 455 ribu kematian.
Di Indonesia, 4 dari 10 penyakit dengan catatan kasus dan kematian terbanyak adalah penyakit respirasi. Jumlah kematian dari kasus PPOK mencapai 78,3 ribu jiwa; kanker paru 28,6 ribu jiwa; pneumonia 52,5 ribu kematian; dan asma 27,6 ribu kematian.
Menurut data Kemenkes, polusi udara juga cukup dominan menjadi pemicu dari penyakit-penyakit respirasi tersebut. Faktor resiko polusi udara pada PPOK mencapai 36,6%; pneumonia 32%; asma 27,95%; kanker paru 12,5%; dan tuberkulosis 12,2%.
"Polusi udara terbukti menimbulkan masalah respirasi dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus dilakukan semua pihak sehingga kasus respirasi dapat dikurangi," kata Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sekaligus Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Agus Dwi Susanto.
(frg/evs)