Logo Bloomberg Technoz

Sementara pemesanan barang tahan lama (durable goods) pada Mei tumbuh 0,1% qtq. Lebih rendah ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar 0,2% qtq. Pemesanaan durable goods sudah melambat 4 bulan beruntun.

Kesemua data itu memberi angin bagi ekspektasi penurunan bunga The Fed lebih dari satu kali tahun ini. Di pasar swap, para traders menaikkan taruhan untuk penurunan 25 bps pada September dengan peluang sebesar 57,9% pagi ini. Lalu, penurunan kedua sebesar 25 bps pada Desember dengan peluang mencapai 43,4%.

Nanti malam, badan statistik AS akan mengumumkan angka inflasi PCE, yang menjadi indeks favorit The Fed dalam meramu kebijakan moneternya. Konsensus sejauh ini memperkirakan, inflasi inti PCE pada Mei akan melandai ke 0,1% dari bulan sebelumnya 0,2% dan secara tahunan di 2,6% dari 2,8%. Sedangkan inflasi umum PCE diramal di angka 2,6% year-on-year dibanding bulan April 2,7%, sedang secara bulanan diprediksi 0,0% dibanding April 0,3%.

Para pelaku pasar terlihat mengambil aksi beli taktis mengantisipasi data PCE yang positif bagi penurunan bunga The Fed. Yield Treasury turun di semua kurva di mana tenor 10Y kembali landai di 4,28%. Sedangkan indeks saham di Wall Street juga ditutup hijau.

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi bangkit dan menguat hari ini, setelah tekanan di pasar mulai sedikit mereda saat tutup perdagangan kemarin.

Adapun rupiah berpotensi menguat ke resistance terdekat pada level Rp16.380/US$, resistance potensial selanjutnya menuju Rp16.350/US$, dan juga terdapat Rp16.310/US$ sebagai level paling optimis penguatan rupiah dengan time frame daily.

Selanjutnya nilai rupiah memiliki level support psikologis pada level Rp16.420/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengkonfirmasi laju support selanjutnya pada level Rp16.450/US$, dan Rp16.480/US$ yang makin menjauhi MA-50, dan MA-100 nya.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Jumat 28 Juni 2024 (Riset Bloomberg Technoz)

Pendapatan negara makin seret

Dalam paparan kinerja APBNKita Edisi Mei, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan, capaian penerimaan negara kembali melanjutkan penurunan pada bulan lalu sebesar 7,1%, setelah pada April turun 7,6%. Seluruh pos penerimaan negara mencatat kontraksi (pertumbuhan negatif alias turun) mulai dari penerimaan pajak yang turun 8,4%, lalu pendapatan negara bukan pajak juga turun 3,3%, ditambah setoran kepabeanan dan cukai yang tergerus 7,8%. 

Penerimaan dari setoran PPh Badan Usaha bahkan anjlok sangat dalam mencapai 35,7% netto. "Secara bruto kontraksinya sangat dalam 27.3%. Secara netto lebih dalam lagi yaitu 35,7%. Ini artinya perusahaan-perusahaan mengalami penurunan signifikan dari sisi profitabilitasnya," kata Sri Mulyani, di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Penurunan itu akibat penerimaan PPh Badan dari perusahaan sektor komoditas yang ambles. Pada 2023, perusahaan-perusahaan dari sektor ini mendapatkan laba tinggi, sementara pada laporan SPT 2024 perusahaan-perusahaan ini mengalami penurunan laba yang tajam. 

APBN Mei 2024 mencatat defisit pertama kali tahun ini sebesar Rp21,8 triliun meskipun posisi Keseimbangan Primer masih terjaga surplus Rp184,2 triliun. Ini berarti, pembayaran utang eksisting masih belum membutuhkan penarikan utang baru.

Akan halnya pelemahan rupiah akibat sentimen global yang memburuk beberapa waktu lalu telah memicu outflow dana asing hingga Rp9,6 triliun year-to-date. Menurut Menteri Keuangan, kondisi tersebut harus diwaspadai dan membutuhkan respons dari APBN terutama terkait berbagai pos yang sensitif terhadap pergerakan nilai tukar dan emisi surat utang.

(rui)

No more pages