Sejumlah saham-saham Big Caps terpantau ramai ditransaksikan di sepanjang hari. Nilai transaksi tertinggi terjadi di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), mencapai Rp1,33 triliun. Disusul oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp863 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp704,22 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp387,96 miliar.
Sektoral saham keuangan, saham konsumen non primer, dan saham teknologi jadi yang tertinggi kenaikannya pada hari ini, menguat mencapai 1,14%, 1,05%, dan 0,91% secara masing-masing. Disusul oleh saham kesehatan yang meningkat 0,87%.
Sejumlah saham yang menguat tajam dan menjadi top gainers, antara lain PT Satria Mega Kencana Tbk (SOTS) yang melonjak 34,7%, PT Jaya Swarasa Agung Tbk (TAYS) yang melesat 34,3%, dan PT Duta Anggada Realty Tbk (DART) yang melejit 23,8%.
Kemudian saham-saham yang melemah dalam dan menjadi top losers, di antaranya PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) yang anjlok 14,8%, PT Inocycle Technology Group Tbk (INOV) yang jatuh 11,7%, dan PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) yang ambruk 11,6%.
Sementara indeks saham utama Asia kompak menapaki jalur merah, yang berseberangan dengan laju IHSG. Pada pukul 16.50 WIB, Hang Seng (Hong Kong), Shenzhen Comp (China), Shanghai Composite (China), Nikkei 225 (Tokyo), CSI 300 (China), SETI (Thailand), KLCI (Malaysia), TW Weighted Index (Taiwan), TOPIX (Jepang), KOSPI (Korea Selatan), Ho Chi Minh Stock Exchange (Vietnam) yang terpangkas masing-masing 2,06%, 1,67%, 0,90%, 0,82%, 0,75%, 0,73%, 0,38%, 0,35%, 0,33%, 0,29%, dan 0,17%.
Masih ada sejumlah indeks yang berhasil menguat, dipimpin oleh IHSG (Indonesia) yang terbang 0,90%, dan ada Straits Times (Singapura) dengan kenaikan 0,35%.
Bursa Saham Asia lain yang terbenam di zona merah tersengat pernyataan bernada Hawkish dari pejabat tinggi Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed), dan juga dari prospek kebijakan suku bunga acuan Federal Funds Rate.
Pernyataan terbaru sejumlah pejabat The Fed sebelumnya yang cenderung Hawkish serta makin mengikis peluang pemangkasan suku bunga karena mereka masih melihat ada risiko lonjakan inflasi ke depan.
"Ini semua tentang The Fed. Suku bunga yang ada di level tinggi lebih lama (Higher for Longer) berarti menjaga suku bunga tetap tinggi, menarik dana global ke Amerika dan membuat dolar AS tetap kuat," kata Andrew Brenner, Head of International Fixed Income di NatAlliance Securities LLC. seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Mengutip CME FedWatch Tools sore ini, probabilitas Bank Sentral Federal Reserve memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) ke 5,00–5,25% dalam rapat September terperosok ke angka 56,3% jatuh dari sebelumnya yang sempat menyentuh 61,1%.
Kemudian, Federal Funds Rate diperkirakan ‘Masih’ bisa turun lagi 25 bps ke 4,75–5,00% pada rapat Desember. Peluangnya tersisa 42,1% juga melandai dari sebelumnya di angka 45,9%.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, investor mengantisipasi rilis data Personal Consumption Expenditure (PCE) Price Index AS pada Jumat dengan harapan perlambatan laju PCE Price Index akan membuka peluang Federal Reserve memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
“Sementara itu, pejabat tinggi Federal Reserve memohon kesabaran investor berkaitan dengan pemangkasan suku bunga. Gubernur Federal Reserve Lisa Cook mengatakan bahwa Federal Reserve berada di jalur yang benar untuk menurunkan suku bunga jika kinerja ekonomi memenuhi ekspektasi dirinya. Namun, Cook menolak untuk mengatakan kapan Federal Reserve akan bertindak,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Kesemua lanskap itu kurang menguntungkan bagi aset-aset di Emerging Market, termasuk negara-negara di kawasan. Adapun Indeks Dolar AS sore ini masih melanjutkan tren kenaikan ke 105,89, menjadikan penguatan the greenback seminggu ini mencapai 0,09%.
(fad)