Logo Bloomberg Technoz

Berkah Keperkasaan Rupiah, Harga Tempe dan Mi Bisa Lebih Murah

Ruisa Khoiriyah
05 April 2023 14:59

Rak berisi mie instan produk Indofood CBP milik grup Salim Indofood di pasar swalayan. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)
Rak berisi mie instan produk Indofood CBP milik grup Salim Indofood di pasar swalayan. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Animo para investor asing yang tengah tinggi di pasar keuangan Indonesia telah memberi energi bagi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Penguatan rupiah yang terus bertahan bisa menjadi angin segar bagi perekonomian domestik yang tengah berusaha pulih di tengah tekanan perlambatan ekonomi global sepanjang 2023. 

Sepanjang tahun ini, para pemodal global mencatat pembelian bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan saham sebesar Rp 55,56 triliun, berdasarkan data setelmen hingga 30 Maret menurut catatan Bank Indonesia. Sinyal disinflasi di Amerika Serikat yang mengerek perkiraan bahwa serial kenaikan bunga di negeri itu akan segera berakhir, akan semakin menaikkan minat modal asing masuk ke pasar domestik. Itu akan memberi penguatan lebih banyak bagi rupiah.

Nilai tukar yang terus menguat membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia karena tekanan yang diakibatkan oleh importasi barang (imported inflation) bisa semakin rendah. Maklum, sekitar 90% impor Indonesia adalah berupa bahan baku dan barang modal yang digunakan lagi untuk kegiatan produksi. 

“Dengan penguatan rupiah, maka biaya dari sisi supply bisa dikendalikan. Itu artinya, harga jual produk pun bisa lebih terkendali ke masyarakat sehingga inflasi domestik bisa terjaga,” jelas Chief Economist Bank Mandiri Faisal Rachman, Rabu (5/4/2023).

90% impor Indonesia adalah berupa bahan baku dan barang modal yang digunakan lagi untuk kegiatan produksi (Dok. BPS)

Mengacu pada Badan Pusat Statistik, impor Indonesia didominasi oleh golongan bahan baku/penolong yang mencapai 74,73% dari total impor Januari-Februari 2023, senilai US$ 25.678,7 juta. Adapun porsi impor barang modal senilai US$ 5.723 juta (16,65%). Baru disusul oleh porsi impor barang konsumsi sebesar US$ 2.960,3 juta (8,62%).