Bloomberg Technoz, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Kamis (27/6/2024), dibuka menguat. Pada pukul 9.08, indeks mencatat kenaikan 44,18 poin atau setara dengan 0,64% ke level 6.949.
Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia, volume perdagangan tercatat 934 juta saham dengan nilai transaksi Rp750 miliar. Adapun frekuensi yang terjadi sebanyak 55.760 kali.
Sebanyak 203 saham menguat, dan 143 saham melemah. Sementara, 181 saham tidak bergerak.
Sentimen pada perdagangan hari ini utamanya datang dari global dan regional. Sentimen global yang menekan aset-aset di Emerging Market, termasuk Indonesia bersumber dari prospek kebijakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed).
Indeks kekuatan greenback menyentuh level tertinggi sejak November pada Rabu, yang tadi malam menyentuh 106 dan pagi ini melanjutkan keperkasaan di 106,05. Mendorong Yield surat utang AS, US-Treasury, merangkak naik lagi di semua tenor di mana UST-10Y melonjak 9 bps ke level 4,337%.
Pernyataan terbaru sejumlah pejabat The Fed sebelumnya yang cenderung Hawkish serta makin mengikis peluang pemangkasan suku bunga karena mereka masih melihat ada risiko lonjakan inflasi ke depan.
"Ini semua tentang The Fed. Suku bunga yang ada di level tinggi lebih lama (Higher for Longer) berarti menjaga suku bunga tetap tinggi, menarik dana global ke Amerika dan membuat dolar AS tetap kuat," kata Andrew Brenner, Head of International Fixed Income di NatAlliance Securities LLC. seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Sementara itu, dari dalam negeri, acuan investasi global, HSBC, menurunkan rekomendasinya untuk saham-saham di Indonesia dari sebelumnya Overweight menjadi Neutral. Ini menjadi langkah kesekian lembaga keuangan dan investasi global yang menilai saham-saham di Indonesia ‘Kurang Menarik’, setelah sebelumnya Morgan Stanley juga memangkas rekomendasinya.
Salah satu pertimbangannya, saham-saham di Indonesia diprediksi akan terpukul oleh depresiasi rupiah yang amat dalam, ditambah lagi dengan tingkat suku bunga yang tinggi.
Pada saat yang bersamaan, ketidakpastian kebijakan muncul imbas dari transisi pemerintah yang ke depan akan dipimpin oleh Prabowo Subianto.
Isu fiskal yang sempat menekan pasar beberapa waktu lalu, meski sudah dimoderasi oleh pernyataan komitmen kesinambungan fiskal oleh Satgas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran pada Senin lalu, masih belum sepenuhnya tuntas.
Ambisi belanja yang begitu besar oleh pemerintahan baru kelak akan menuntut pembiayaan utang yang lebih besar, dan juga sudah mendapatkan peringatan oleh Anggota Dewan agar Pemerintah lebih memiliki prioritas.
(fad)