Bloomberg Technoz, Jakarta - Penjualan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) alias sukuk global (INDOIS) oleh pemerintah Indonesia banyak diminati investor global. Meski minat tinggi, pemerintah harus menanggung imbal hasil tinggi dan saat dolar Amerika Serikat (AS) juga sedang dalam posisi menguat.
Nilai pemesanan yang diterima sejak penjualan dimulai kemarin Selasa (25/6/2024), mencapai US$4,5 miliar untuk tiga seri sukuk global yang ditawarkan. Perinciannya, pemesanan untuk sukuk global tenor 5Y mencapai US$1,5 miliar. Lalu, sukuk global tenor 10Y mencatat pemesanan sebesar US$1,8 miliar. Kemudian tenor 30Y dipesan hingga sebesar US$1,2 miliar.
Mengutip Bloomberg News, Rabu (26/6/2024), pemerintah akhirnya memutuskan menyerap masing-masing sebesar US$750 juta untuk INDOIS-5Y (jatuh tempo 2029) yang memberikan imbal hasil 5,1%. Lalu, INDOIS-10Y (jatuh tempo 2034) dengan yield 5,2% terjual US$1 miliar dan INDOIS-30Y (jatuh tempo 2054) yang memberi yield 5,5% terjual US$600 juta.
Total penjualan sukuk global oleh pemerintah kali ini mencapai US$2,35 miliar atau sekitar Rp38,59 triliun dengan kurs dolar AS saat ini.
Imbal hasil surat utang baru itu lebih tinggi dibanding yield SBN valas di pasar saat ini (INDON). INDON tenor 5Y siang ini ada di 4,96%, lalu 10Y ada di 5,06% dan 30Y ada di 5,40%.
Sebagai perbandingan, yield US Treasury, surat utang AS yang menjadi acuan surat utang berdenominasi dolar AS, untuk tenor 5Y siang ini ada di kisaran 4,29%, lalu 10Y di 4,26% dan 30Y ada di 4,39%.
Pembeli sukuk global RI seri terbaru tersebut termasuk di antaranya adalah para pengelola dana global, bank, perusahaan asuransi dan dana pensiun, private bank hingga bank sentral. Berdasarkan asal investor, kebanyakan yang memborong sukuk global RI adalah pemodal dari Timur Tengah, Malaysia dan negara-negara Islam lain terutama untuk tenor 5Y dan 10Y.
Sementara tenor 30Y yang juga disebut sebagai green bond, banyak diborong oleh investor dari negara-negara Asia di luar Malaysia dan Indonesia yang kebanyakan adalah para fund manager juga perusahaan dana pensiun atau asuransi.
Suntikan cadangan devisa
Penjualan sukuk global dengan nilai cukup besar itu akan menambah cadangan devisa RI bulan ini yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Penjualan sukuk global ini juga menjadi yang ketiga untuk SBN berdenominasi valas setelah global bond pada awal tahun dan samurai bond pada bulan lalu.
Penjualan sukuk global masuk dalam agenda penerbitan rutin SBN valas yang dilakukan pemerintah setiap tahun dalam berbagai format, mulai dari global bond (SBN dolar AS), sukuk global (SBSN dolar AS), samurai bond (SBN dalam yen), juga blue bond (samurai bond untuk pembiayaan mendukung sustainabilitas lingkungan), serta green bond (sukuk global untuk mendukung kebutuhan pembiayaan lingkungan).
Dalam pernyataan terakhir Senin lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan berniat mengurangi volume penerbitan SBN menyusul masih besarnya Sisa Lebih Anggaran Perhitungan Anggaran (Silpa) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang nilainya mencapai Rp200 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan terus mengendalikan pinjaman dalam negeri dan luar negeri, termasuk mengurangi penerbitan SBN. Silpa yang masih besar itu bisa digunakan untuk membantu pembiayaan negara.
“Karena punya Silpa, tahun ini Silpa Rp200 triliun, sehingga SBN bisa dijaga volume issuance-nya, ini yang menyebabkan kenaikan yield kami bisa dijaga relatif baik,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP, Senin (24/6/2024).
Sementara dalam lelang SUN rutin kemarin Rabu, pemerintah menyerap lebih besar ketimbang target yakni mencapai Rp23 triliun di tengah kenaikan animo pasar surat utang.
(rui/hps)