Desain produk unit link yang menggabungkan fungsi asuransi/proteksi dan fungsi investasi. Sederhananya, unit link menggabungkan produk asuransi jiwa dengan reksa dana. Bundling dua fitur dalam satu produk ini membuat biaya unit link jadi lebih mahal dibanding bila nasabah membeli produk secara terpisah sesuai fungsinya.
Reksa dana dalam unit link tetap dikelola oleh perusahaan manajemen investasi. Ketika membeli unit link, seorang nasabah bukan hanya mengeluarkan biaya premi untuk proteksi asuransi, melainkan juga membayar biaya kepada manajer investasi dan biaya pada perusahaan asuransi.
Selain itu, bila seorang nasabah berinvestasi langsung di reksa dana konvensional, ia bisa berhenti berinvestasi kapan pun ia perlu. Misalnya, bila ia merasa produk itu tidak lagi menguntungkan.
Hal yang sama tidak bisa dilakukan pada unit link. Ketika merasa rugi dan ingin berhenti berinvestasi, nasabah unit link juga harus siap kehilangan fungsi proteksi yang sudah ia beli melalui pembayaran premi.
Pemasaran yang Jujur
Di luar desain produk, hal utama yang sering menjadi pangkal kisruh unit link adalah terkait etika pemasaran oleh agen-agen asuransi. Berkaca pada kasus AXA Mandiri tempo hari, nasabah unit link mengaku “tertipu” karena penawarannya adalah menempatkan dana di tabungan berjangka alih-alih ke produk asuransi dengan investasi.
“Materi iklan seharusnya jujur, jangan ada kata bersayap atau bermakna ganda yang dapat menjebak dan menjerumuskan nasabah,” kata Freddy.
Misalnya, terlarang bagi agen menyebut asuransi dan investasi dengan kata “tabungan”. Produk tabungan mengasumsikan uang yang disetor nasabah akan 100% utuh saat jatuh tempo selama dalam jaminan LPS.
Sebaliknya asuransi adalah produk jasa di mana yang dibeli adalah jasa proteksi. Investasi di sisi lain berbeda jauh dengan menabung.
Investasi selalu memiliki risiko yang sepadan dengan peluang keuntungannya. Ada risiko uang (modal) tidak kembali ketika seseorang berinvestasi. Informasi dan pemahaman itu yang sering tidak "sampai" dalam pemasaran unit link.
“Ketika ditawari dulu, ilustrasi yang disampaikan agen itu sangat indah. Untung hingga 15%-25%, tapi tanpa penjelasan memadai tentang risiko yang pasti juga setinggi itu,” keluh Afri Annisa, bukan nama sebenarnya, salah satu nasabah unit link yang akhirnya memilih menutup polisnya dan menanggung kerugian hampir Rp 50 juta.
Menurut Freddy, materi pemasaran seperti ilustrasi produk seharusnya menjadi bagian dari kontrak pertanggungan. Pasalnya, berdasarkan dokumen ilustrasi itu pemasar menjelaskan produk dan calon konsumen akhirnya tertarik membeli.
Sebelum diminta menandatangani, nasabah seharusnya sudah diberikan penjelasan secara tegas apa saja risiko yang dihadapi bila membeli unit link dan apa saja biaya yang akan ia tanggung ke depan, berapa lama biaya harus dibayar dan untuk apa saja biaya tersebut.
Khusus Agen Asuransi Senior
Faktor agen menjadi isu krusial karena ujung tombak penjualan unit link adalah para agen. Kenyataan di lapangan, para agen asuransi cenderung lebih senang menawarkan produk unit link pada calon nasabah ketimbang menawarkan produk asuransi tradisional.
Alasannya sederhana, unit link memberi komisi lebih besar untuk agen, mencapai 30% dari premi yang disetorkan nasabah, menurut sumber Bloomberg Technoz.
Freddy menyarankan, agar produk serumit unit link tidak dijual oleh agen pemula. Unit link sebaiknya hanya dijual oleh agen asuransi senior yang sudah terbukti konsistensi dan komitmennya.
“Banyak kasus di mana saat nasabah sudah membeli polis, agennya susah dihubungi lagi,” kata seorang mantan nasabah unit link.
Menjadi hal yang mendesak bagi otoritas untuk mewajibkan para agen asuransi mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang tepat tentang produk asuransi dan unit link. “Materi dan cara serta siapa yang melakukan pendidikan atau pelatihan harus didaftarkan dan diverifikasi oleh otoritas agar terstandar,” jelas Freddy.
Lebih dari itu, pengawasan lapangan oleh OJK harus konsisten dan tegas juga agar regulasi yang sudah dibenahi menjadi regulasi yang “bergigi’.
Berdasarkan pengamatan Freddy sebagai broker asuransi, keluhan terhadap produk unit link banyak didominasi oleh tiga produk. Yaitu unit link AXA Mandiri, Prudential dan AIA. Keluhan terutama datang dari nasabah yang mendapatkan penawaran unit link dari tenaga bancassurance di bank.
Kasus AXA Mandiri
Video viral beberapa waktu lalu yang sempat menghebohkan media sosial menyeret nama AXA Mandiri. Video yang diunggah oleh akun @Indriandhiny itu memicu kehebohan karena pengakuannya yang merasa ditipu oleh perusahaan penyedia asuransi. “Dirampok sama bank sekelas BUMN,” demikian tulis akun TikTok itu dalam video yang sudah ditonton sebanyak 5,3 juta kali itu.
Indriandhiny menulis dalam caption, “Hati-hati kalau ditawari asuransi Axa Mandiri sama Bank Mandiri nanti uangnya dirampok.” Dalam video terlihat seorang perempuan, diduga pemilik akun, menangis di depan pintu kantor sebuah bank.
Dini, pemilik akun viral itu, mengaku menjadi nasabah asuransi Axa Mandiri sejak 2017 lalu saat suaminya ditawari oleh tenaga Customer Service (CS) Bank Mandiri di Bandung. “Financial advisor Axa Mandiri tidak menjelaskan bahwa produk yang dibeli oleh suami saya adalah asuransi unit link dan tidak menjelaskan bahwa produk ini banyak potongannya,” tulisnya seperti dikutip, Senin (3/4/2023).
Ia tidak merasa curiga mengingat Axa Mandiri adalah anak usaha Bank Mandiri yang notabene BUMN terkemuka. Sekitar 6 bulan berselang, Dini tertarik membeli asuransi yang sama. “Sama dengan sebelumnya, financial advisor itu tidak menjelaskan bahwa produk itu unit link. Disebutnya itu tabungan,” kata Dini.
AXA Mandiri tidak berdiam diri. Dalam postingan di Instagram @Indriandhiny tentang kasus tersebut, akun verified AXA Mandiri memberi klarifikasi. “AXA Mandiri menyesalkan narasi postingan negatif dan tendensius yang Bapak lakukan di media sosial, dengan memposisikan diri menjadi korban dari perusahaan kami,” tulis AXA Mandiri, Kamis (30/3/20230) seperti dikutip dari akun media sosial tersebut.
Tanggapan OJK
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, meminta AXA Mandiri dan nasabah yang bermasalah bisa menyelesaikan dari internal masing-masing. "Kalau ada apa-apa, selesaikan antara nasabah dengan perusahaan. Karena masalah unit link itu spesifik, tidak bisa digeneralisir atau disamakan," katanya saat ditemui setelah rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (4/4/2023)
Bila tidak menemukan resolusi, maka kedua pihak bisa ke pengadilan. Ogi menegaskan, OJK akan mengkaji ulang perusahaan-perusahaan tersebut (yang mendapatkan banyak keluhan dari masyarakat), untuk mengecek apakah provider asuransi itu sudah menjalankan aturan sesuai standar SEOJK Nomor 5 tanun 2022.
"Kalau enggak, berarti [perusahaan itu] disconduct," tegas Ogi.
- dengan asistensi laporan Tara Marchelin
(rui)