Logo Bloomberg Technoz

Alasan INDEF Sebut Program Makan Gratis Prabowo Perlu Dievaluasi

Azura Yumna Ramadani Purnama
26 June 2024 13:30

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menunjau simulasi program makan siang di SMPN 2 Curug, Kamis (29/2/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menunjau simulasi program makan siang di SMPN 2 Curug, Kamis (29/2/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonom menyarankan Program Makan Bergizi Gratis yang diusung Presiden Terpilih Prabowo Subianto perlu dievaluasi secara berkala, bahkan ditunda, terutama jika program ini hanya sedikit atau tak memiliki dampak terhadap perekonomian nasional.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Dwi Astuti mengatakan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis berpotensi membebani fiskal. Pasalnya, program ini membuat tambahan anggaran baru yang pada tahun sebelumnya tidak masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu tentu menggeser alokasi anggaran lain jika tidak dibarengi dengan penambahan penerimaan negara.

“Pasti [bebani fiskal]. Ini harus dihitung lagi harus evaluasi kebijakan itu. Kalau bagus didorong kalau setelah dievaluasi tidak punya dampak atau kecil, sementara ada program prioritas yang lain, [maka] ini harus di-pending (ditunda) dulu,” kata Esther saat ditemui awak media setelah Seminar Nasional INDEF, Selasa (25/6/2024).

Dia menjelaskan anggaran program itu yang sebesar Rp71 triliun tidak dapat mencakup banyak siswa. Berdasarkan perhitungannya, dengan asumsi satu tahun 365 hari, besaran makan siang gratis sebesar Rp15.000, dan frekuensi pemberian satu kali per hari maka program tersebut hanya bisa mencakup 12.658 anak.

Siswa makan siang bersama saat simulasi program makan siang di SMPN 2 Curug, Kab. Tangerang, Kamis (29/2/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

“Sekali lagi, kalau memang harus dipaksanakan dan sudah diketok palu kemarin Rp71 triliun ini tentunya harus diprioritaskan untuk daerah-daerah tertinggal. Kalau memang positif untuk anak-anak menjadi lebih bergizi dan kualitas pendidikannya juga oke ini kita dorong. Tapi kalau tidak memiliki dampak sama sekali ini harus dihentikan,” ucap Esther.