Amman Mineral dikabarkan mengincar perolehan dana IPO US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun. Jika terealisasi, maka IPO Amman bakal jadi salah satu yang terbesar tahun ini. IPO terbesar 2023 dipegang oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).
Afiliasi PGEO, PT Pertamina Hulu Energi semula juga menargetkan pelaksanaan IPO tahun lalu. Target dananya mencapai Rp 9 triliun. Namun, rencana ini mundur denan target baru rampung di semester pertama tahun ini.
Belakangan terungkap, penundaan tersebut salah satunya terkait 'lobi' yang dilakukan Kementerian BUMN. Kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), pihak kementerian berdiskusi terkait kemungkinan adanya relaksasi terkait batas minimal porsi saham yang dilepas ke publik.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury sebelumnya mengadakan diskusi bersama BEI terkait batas saham IPO minimal 10%. "Ini harus didiskusikan," kata Pahala.
Pasalnya, menurut Pahala, perusahaan pelat merah pada umumnya memiliki size yang besar. Misalnya, seperti Pertamina Hulu Energy (PHE).
"Perusahaan yang besar, seperti PHE atau lainnya, kapitalisasinya 1% saja [saat IPO] sudah di atas nilai tertinggi IPO yang pernah ada," jelas Pahala.
"Ini nanti ke depan kita perlu diskusi mengenai bagaimana BUMN, anak usaha BUMN atau subholding yang sudah besar, karena kalau kita melihat pelaksanaan IPO adalah untuk membuka diri, transparan, lebih profesional dan melakukan penghimpunan dana untuk bisa melakukan pengembangan ke depan," sambung Pahala.
Dana Investor Terbatas
Head of Indonesia Equities Research J.P. Morgan Henry Wibowo menjelaskan, pasar modal Indoensia memiliki karakter akan lebih cepat menyerap IPO di bawah US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun. Tepatnya, pasar akan lebih cepat menyerap jika nilai IPO antara US$ 500 juta - US$ 700 juta atau dalam rentan Rp 7,45 triliun hingga Rp 10,43 triliun.
"Tapi, kalau nilai IPO sudah di atas US$ 1 miliar, cenderung tergantung pada investor strategis atau investor asing," kata Henry kepada Bloomberg Technoz, Selasa (5/4/2023).
Dengan kata lain, menurut Henry, optimalnya serapan tergantung pada size calon emiten dan minat dari investor sendiri. Saat sektor usaha calon emiten bagus, investor akan mencari cara untuk mendapatkan uangnya. Salah satunya, dengan menjual kepemilikannya di saham lain.
Uang investor, lanjut Henry, bukan berarti tidak terbatas. Sehingga, jika memang ingin beli saham emiten baru, investor harus mengurangi portofolio lain.
Secara terpisah, Head of Investment Mirae Asset Sekuritas Roger MM menyebut, daya serap investor di Indonesia belum optimal untuk IPO perusahaan dengan kelas aset di atas Rp 10 triliun.
Hanya investor institusi yang mampu menyerap emisi sebesar itu. "Kalau ritel, belum optimal, kecuali kalau kelas di bawah Rp 5 triliun, masih bisa diserap oleh ritel," tegas Roger.
Ada beberapa faktor yang jadi penyebab hal itu terjadi. Pertama, sangat mungkin faktor valuasi yang dinilai terlampau mahal oleh investor ritel. Kedua, karakteristik sejumlah investor yang cenderung membeli saham di pasar sekuder (secondary market) atau usah listing dan proses IPO berakhir.
Oleh karena itu, Roger menyampaikan, calon emiten dengan nilai IPO besar perlu memperhitungkan minat investor. "Berapa persen saham yang mau dilepas ke publik menjadi sangat penting, begitu juga dengan valuasi dan timing IPO," tambah Roger.
(dhf/wep)