Logo Bloomberg Technoz

Dalam pernyataan resminya, BASF mengatakan ketersediaan nikel berkualitas baterai secara global telah meningkat sejak proyek ini dimulai. Walhasil, perusahaan tidak lagi melihat perlunya investasi sebesar itu di Indonesia.

Sementara itu, Eramet menyatakan akan terus mengevaluasi potensi investasi dalam rantai pasokan baterai nikel untuk EV di Indonesia, meski hengkang dari proyek Weda Bay.

Seto menggarisbawahi hengkangnya kedua investor asal Eropa "bukan merupakan sesuatu yang bagus."

Di lain sisi, dia mengatakan, hal tersebut juga menandakan ketidakmampuan BASF dan Eramet untuk mengimbangi kecepatan dari investor lain dalam membangun HPAL. 

Sonic Bay merupakan proyek smelter nikel-kobalt untuk bahan baku baterai kendaraan listrik di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara, pada awalnya ditargetkan untuk berproduksi pada 2026.

Kedua investor Eropa itu padahal telah menargetkan bakal membuat keputusan investasi final atau final investment decision (FID) dari proyek Sonic Bay pada semester I-2024. Adapun, investasi yang direncanakan untuk proyek tersebut adalah sebesar US$2,6 miliar (sekitar Rp42,64 triliun). 

Proyek smelter berbasis HPAL pada awalnya dirancang untuk memproses sebagian bijih dari tambang Weda Bay Nickel demi menghasilkan produk antara nikel dan kobalt, yakni sekitar 60.000 ton nikel dan 6.000 ton kobalt yang terkandung dalam endapan campuran hidroksida yang dikenal sebagai MHP, sebagai bahan baku baterai EV.

“Penggunaan bijih berkadar rendah akan memungkinkan eksploitasi bagian baru dari profil geologi lokasi tambang, sehingga mengoptimalkan potensi sumber daya alam,” tulis Eramet dalam situs resmi, dikutip Selasa (25/6/2024).

(dov/wdh)

No more pages