Logo Bloomberg Technoz

Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2022, BMRI mencatatkan DPK tumbuh 12,13% yoy dari Rp 1.213,99 triliun ke Rp 1.361,30 triliun, dengan current account saving account (CASA) sebesar Rp 949 triliun.

Sementara itu, rasio loan to deposit (LTD) sebesar 83,18%. Realisasi kredit BMRI tumbuh 14,28% yoy mencapai Rp 1.167,51 triliun dengan NPL gross sebesar 2,26%. Harga saham BMRI selama 2022 naik dari Rp 7.050 di akhir perdagangan pertama tahun lalu menjadi Rp 9.925 per lembar pada 30 Desember 2023.

DPK Emiten BBCA tumbuh sebesar 11% yoy ke Rp1.026 triliun dengan CASA mencapai  Rp 830,44 triliun. Di sisi lain, LTD emiten BBCA sebesar  63,34% pada akhir kuartal III tahun lalu.  Secara keseluruhan, total kredit BCA naik 12,6% yoy menjadi Rp 682 triliun dengan NPL gross 2,16%. Tahun lalu, harga saham BBCA naik dari Rp 7.325 di akhir perdagangan pertama menjadi Rp 8.550 per lembar pada 30 Desember 2023.  

Di sisi lain, BBRI mencatatkan kenaikan DPK sebesar 10,22% ke Rp 1.139,76 triliun dengan CASA sebesar Rp 745,72 triliun. Per akhir September 2022, LTD emiten tersebut mencapai 88,92%.  Sementara itu, total kredit dan pembiayaan BRI tercatat sebesar Rp 1.111,48 triliun atau tumbuh 7,92% yoy dengan NPL gross mencapai 3,14%. Harga saham BBRI meningkat dari Rp 4.180 di akhir perdagangan perdana tahun lalu menjadi Rp 4.940 per lembar pada 30 Desember 2022. 

Di sisi lain, dalam laporan keuangan per September tahun lalu, DPK di BNI turun 6% ke Rp 685,22 triliun. CASA mencapai Rp  485,67 triliun dan LTD sebesar 91,18%. Kredit yang disalurkan BBNI mencapai Rp 622,6 triliun atau tumbuh 9,1% dengan NPL gross sebesar 3,04%. Sepanjang tahun lalu, harga saham BBNI juga mengalami peningkatan dari Rp 6.750 akhir perdagangan pada 3 Januari 2022 menjadi Rp 9.225 pada akhir Desember 2022.

Tren Perbankan 2023 

Dalam webminar OJK Institute pada Selasa lalu, Chief Executive Officer Citi Indonesia, Batara Sianturi, mengungkapkan sejumlah tren perbankan di 2023. “Tren perbankan indonesia akan dipengaruhi oleh headwinds. Kita melihat untuk rate The Fed belum mencapai terminal rate,” katanya sambil memproyeksikan bahwa terminal rate akan berkisar antara 5,25% sampai 5,5%. 

Sementara itu, loan growth juga diprediksi akan mencapai dua digit dengan tingkat NPL yang terjaga, terutama dengan perpanjangan restrukturisasi kredit untuk industri padat karya seperti tekstil dan jasa. Meskipun demikian, lanjut Batara, tren restrukturisasi kredit terus menurun dari Rp 828 triliun pada 2020 menjadi Rp 663 triliun pada 2021, kemudian merosot ke sekitar Rp 500 triliun per November tahun lalu. 

“Likuiditas dolar dan juga rupiah juga memadai. Walaupun Bank Indonesia (BI) sempat menaikkan GWM sampai September 2022 tapi kami melihat sudah back up, angka BI reverse juga back up,” kata Batara. Menurutnya, beberapa wacana devisa hasil ekspor juga akan memberi sentimen positif pada likuiditas dolar di Indonesia. 

Tahun ini, penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi menjadi tren di bidang perbankan. Penerapannya, kata Batara, akan mencakup area front-end, middle office, dan back-end. “Di back-end, apakah itu untuk automatic trading dan risk based pricing berdasarkan performance dari klien tersebut sehingga kalau resikonya lebih rendah akan secara otomatis menyesuaikan,” ia mencontohkan. 

Selain itu, Batara menilai fleksibilitas perbankan sebagai aspek penting, salah satunya melalui penggunaan API. Hal ini diperlukan agar bank bisa terhubung, berjalan beriringan, dan menjadi bagian dari ekosistem fintech dan big tech. 

Fleksibilitas perbankan juga klien dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Terlebih, menurutnya, klien sudah terbiasa dengan digitalisasi, serta kombinasi layanan online dan offline setelah menjalani pandemi Covid-19 selama tiga tahun.

Batara menambahkan konektivitas ekosistem perbankan akan menjadi fokus tahun ini, terutama dalam menghubungkan antara government to business, business to business, business to consumer, serta consumer to consumer.  

“Klien berekspektasi lebih dari sekedar bank konvensional. Corporate dan retail banking akan menjadi abu-abu sehingga tidak ada lagi pemisah yang tegas,” jelasnya.

(tar)

No more pages