"Kalau seluruh partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan dari pada Undang-Undang Dasar 1945 yang ada, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita. Kami di MPR siap untuk melakukan amandemen,siap untuk melakukan perubahan karena kita sudah punya SOP-nya," kata Bambang.
Atas kejadian tersebut, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjatuhkan sanksi etik kepada Ketua MPR Bambang Soesatyo. Kader Partai Golkar tersebut dinyatakan bersalah dan melakukan pelanggaran kode etik karena mengklaim semua partai politik menyetujui rencana amandemen UUD 1945.
MKD memutus bahwa Bambang terbukti melanggar. Ketua MKD, Adang Daradjatun menjelaskan, usai dilakukan pemeriksaan fakta oleh MKD, Bambang terbukti tidak menaati kode etik sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 2 ayat (4) jo Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 20 ayat (1) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015.
Putusan diambil, kata dia, berdasarkan pemeriksaan fakta, keterangan pengadu, keterangan saksi, dan dokumen bukti. Akan tetapi, MKD hanya menjatuhkan sanksi dengan kriteria ringan yaitu teguran tertulis kepada Bambang.
"Kepada Teradu agar tidak mengulanginya dan lebih berhati-hati dalam bersikap," ujar Adang.
Pengadu Muhammad Azhari melaporkan Bambang telah melakukan pelanggaran kode etik anggota dewan ke MKD pada 6 Juni 2024. Azhari menilai Bambang melanggar kode etik dengan menyebar asumsi seluruh partai politik setuju rencana amandemen konstitusi. Bahkan, dia menyoroti pernyataan politikus Golkar tersebut yang menyebut amandemen siap dilaksanakan dengan penyiapan aturan peralihan.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, MPR setidaknya sudah bertemu dengan tiga partai politik usai pelaksanaan Pemilu 2024 yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Mereka juga telah bertemu dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, dan Wakil Presiden ke-11 Boediono. Selain itu, mantan Ketua MPR Amien Rais.
(mfd/frg)