Sementara itu, saham-saham perindustrian, dan saham infrastruktur justru menguat dengan kenaikan 0,68%, dan 0,13%,
Sejumlah saham yang menguat tajam dan menjadi top gainers antara lain PT Teknologi Karya Digital Nusa Tbk (TRON) yang melonjak 34,8%, PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) yang melesat 32%, dan PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) yang melejit 24,8%.
Kemudian saham-saham yang melemah dalam dan menjadi top losers di antaranya PT Hotel Fitra International Tbk (FITT) yang anjlok 17,8% PT Bima Sakti Pertiwi Tbk (PAMG) yang jatuh 14,8%, dan PT MD Pictures Tbk (FILM) yang ambruk 14,1%.
Sementara indeks saham utama Asia lainnya justru kompak menapaki jalur hijau. Pada pukul 16.20 WIB, Topix (Jepang), Nikkei 225 (Tokyo), SENSEX (India), PSEI (Filipina), KOSPI (Korea Selatan), TW Weighted Index (Taiwan), Hang Seng (Hong Kong), Straits Times (Singapura), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), dan SETI (Thailand), yang dengan kenaikan masing-masing mencapai 1,72%, 0,95%, 0,83%, 0,42%, 0,35%, 0,27%, 0,25%, 0,25%, 0,19%, dan 0,11%.
Sementara itu, hanya tiga indeks yang menemani IHSG di zona merah, yaitu Shenzhen Comp. (China), Shanghai Composite (China), dan juga KLCI (Malaysia), yang terpangkas masing-masing 0,46%, 0,44%, dan 0,27%.
Bursa Saham Asia berhasil bergerak lebih baik dari yang terjadi di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street ditutup bervariasi (mixed).
Nasdaq Composite, dan S&P 500 finis di zona merah, dengan melemah 1,09%, dan 0,31% bagi keduanya. Sementara, Dow Jones Industrial Average berhasil finis di zona hijau, dengan menguat 0,67%.
Sentimen pada perdagangan hari ini utamanya datang dari global. Semalam, Gubernur Federal Reserve Bank of San Francisco Mary Daly memperingatkan bahwa pasar tenaga kerja AS mendekati titik perubahan. Perlambatan lebih lanjut dapat berarti angka pengangguran bakal lebih tinggi.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Daly, yang memberikan suara pada kebijakan moneter tahun ini, mendesak para pembuat kebijakan untuk tetap waspada dan terbuka terhadap berbagai skenario yang dapat terjadi pada perekonomian.
"Agar tepat, kebijakan harus bersyarat," katanya.
"Sejauh ini, pasar tenaga kerja telah menyesuaikan diri secara perlahan, dan tingkat pengangguran hanya meningkat sedikit. Namun, kita semakin mendekati titik di mana kemungkinan terjadinya hal yang tidak berbahaya itu akan semakin kecil," terang Daly pada Senin (24/6/2024) waktu setempat dalam sebuah pidato di Commonwealth Club World Affairs of California di San Francisco.
"Perlambatan pasar tenaga kerja di masa depan bisa berarti pengangguran yang lebih tinggi karena perusahaan-perusahaan perlu melakukan penyesuaian bukan hanya perihal lowongan kerja, tetapi juga pekerjaan yang sebenarnya. Pada titik itu, inflasi bukanlah satu-satunya risiko yang kita hadapi," tambahnya.
Data-data penting tersebut memberi gambaran bahwa ekonomi AS mulai 'Mendingin', sebagai dampak pengetatan moneter. Oleh karena itu, harapan bahwa pelonggaran moneter berupa pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pun kian gencar.
Mengutip CME FedWatch Tools sore ini, probabilitas Bank Sentral Federal Reserve memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) ke 5,00–5,25% dalam rapat September mencapai 61,1% angka tersebut meningkat dari sebelumnya di 57,5%.
Kemudian, Federal Funds Rate diperkirakan bisa turun lagi 25 bps ke 4,75–5% pada rapat Desember. Peluangnya adalah mencapai 45,2% juga meningkat dari pekan lalu di angka 42,2%.
(fad/aji)