Bloomberg Technoz, Jakarta - Lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilangsungkan hari ini, Selasa (25/6/2024), mencatat animo tinggi dari para investor. Nilai penawaran yang masuk mencapai Rp56,38 triliun, naik 31,4% dibanding lelang SUN sebelumnya, menandai kembalinya minat berinvestasi pemilik modal di pasar surat utang domestik.
Pemerintah pun terlihat menggeber emisi dengan menyerap penawaran hingga Rp23 triliun, lebih besar dibanding target indikatif Rp22 triliun meski para peserta lelang meminta imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan lelang sebelumnya, sejurus dengan tekanan di pasar surat utang hampir dua pekan terakhir. Kondisi keuangan negara yang mulai defisit pada akhir Mei senilai Rp21,8 triliun atau 0,1% dari Produk Domestik Bruto, mungkin mendesak pemerintah untuk mulai mengebut perolehan duit negara dari utang.
Tenor favorit yaitu FR0100 misalnya, yang membukukan minat tertinggi hingga Rp22,63 triliun, dimenangkan di yield rata-rata tertimbang dimenangkan (WAY) di 7,090% dan yield tertinggi dimenangkan di 7,110%. Kisaran yield itu lebih tinggi dibanding lelang SUN pada 11 Juni di mana WAY ditetapkan 7,019% dan yield tertinggi di 7,050%.
Imbal hasil tenor 10Y di pasar primer hari ini juga lebih menarik dibanding di pasar sekunder yang ada di rentang 7,075% sore ini setelah pada 19 Juni lalu sempat menyentuh 7,194%.
Sedangkan seri FR0101 yang juga terbanyak diburu, dengan nilai penawaran masuk mencapai Rp15,50 triliun, dimenangkan dengan imbal hasil rata-rata sebesar 6,999% dan yield tertinggi dimenangkan di 7,010%. Imbal hasil yang diberikan itu juga lebih tinggi dibanding lelang sebelumnya, dengan WAY 6,949% dan yield tertinggi 6,980%.
Sementara tenor pendek seri SPN 3 bulan diminati Rp2,18 triliun dan SPN 12 bulan sebesar Rp3,15 triliun. Namun, pemerintah akhirnya hanya menyerap SPN 3 bulan dengan WAY 6,585% dan yield tertinggi sebesar 6,590%.
WAY lebih rendah dibanding lelang sebelumnya di 5,900%, sementara yield tertinggi untuk tenor pendek ini tidak berubah dibanding lelang 11 Juni lalu. Adapun untuk SPN 12 bulan, meski terdapat penawaran masuk Rp3,15 triliun, pemerintah tidak memenangkan seri ini.
Lelang hari ini berlangsung di tengah sentimen pasar yang telah membaik pasca penjelasan lebih gamblang oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama dengan Thomas Djiwandono, Anggota Bidang Keuangan Satgas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Senin pagi kemarin, tentang komitmen menjaga kesinambungan fiskal ke depan.
Investor asing tercatat membukukan penawaran sebesar 22,3% dari total incoming bids yang masuk, atau sekitar Rp12,69 triliun. Dari nilai itu, pemerintah memenangkan sekitar Rp6,69 triliun atau 29,12% dari total awarded bids.
Likuiditas Ketat
Kenaikan imbal hasil dalam lelang kali ini sudah diprediksi menilik lonjakan yield selama hampir dua pekan terakhir sejak isu fiskal menekan pasar.
Pada saat yang sama, Bank Indonesia terus agresif menarik dana asing melalui lelang instrumen Sertifikat Rupiah (SRBI) yang menawarkan imbalan tinggi untuk tenor pendek.
Lelang terakhir Jumat pekan lalu, BI memberikan yield 7,42% untuk SRBI-12 bulan. Itu lebih tinggi dibanding SBN tenor terpanjang sekalipun di mana SBN-30Y saat ini ada di 7,150%.
Namun, meski memberikan imbalan tinggi, minat pada SRBI pada lelang terakhir pekan lalu merupakan yang terendah sejak 8 Mei yaitu hanya Rp32,61 triliun.
Hal itu kemungkinan karena lelang dilangsungkan di kala sentimen pasar masih buruk di mana penegasan akan komitmen kesinambungan fiskal belum dinyatakan secara jelas baik oleh pemerintah maupun oleh Satgas Sinkronisasi Prabowo-Gibran.
APBN Defisit
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Senin kemarin juga menyatakan, hendak mengurangi volume penerbitan SBN menyusul masih besarnya Sisa Lebih Anggaran Perhitungan Anggaran (Silpa) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang nilainya mencapai Rp200 triliun.
Sri Mulyani bilang, pemerintah akan terus mengendalikan pinjaman dalam negeri dan luar negeri, termasuk mengurangi penerbitan SBN. Silpa yang masih besar itu bisa digunakan untuk membantu pembiayaan negara.
“Karena punya Silpa, tahun ini Silpa Rp200 triliun, sehingga SBN bisa dijaga volume issuance-nya, ini yang menyebabkan kenaikan yield kami bisa dijaga relatif baik,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP, Senin (24/6/2024).
Rencana pengurangan SBN ini mungkin memberi sokongan pada pasar. Supply yang berkurang mungkin bisa membantu harga terdongkrak sehingga yield turun yang bisa membantu pemerintah menurunkan biaya pendanaan (cost of fund).
Namun, hal itu masih spekulasi mengingat dalam lelang hari ini pemerintah justru menyerap penawaran masuk melampaui target yang ditetapkan yaitu mencapai Rp23 triliun dengan imbal hasil lebih tinggi.
Asal tahu saja, sampai akhir April lalu, pemerintah baru merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp119,1 triliun, turun 51,2% dibandingkan Januari-April 2023. Nilai pembiayaan bersih per April 2024 untuk APBN juga hanya setara 13,6% dari target utang pemerintah sepanjang 2024.
Dengan APBN mulai defisit per akhir Mei lalu sebesar Rp21,8 triliun atau 0,1% terhadap Produk Domestik Bruto, setelah pada April masih surplus Rp75,7 triliun, lelang hari ini yang menyerap penawaran melampaui target indikatif mungkin menjadi sinyal bahwa pemerintah mulai mengebut utang.
(red/aji)