Logo Bloomberg Technoz

Proyek Nikel Sonic Bay: Andalan Bahlil hingga Ditinggal Investor

Dovana Hasiana
25 June 2024 14:20

Pabrik kimia BASF SE di Ludwigshafen, Jerman, Selasa, (25/4/2023). (Alex Kraus/Bloomberg)
Pabrik kimia BASF SE di Ludwigshafen, Jerman, Selasa, (25/4/2023). (Alex Kraus/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta Sonic Bay, proyek smelter nikel-kobalt untuk bahan baku baterai kendaraan listrik di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara, pada awalnya ditargetkan untuk berproduksi pada 2026.

Sayangnya, BASF SE dan Eramet SA selaku investor justru menyatakan hengkang dari proyek dengan nilai investasi sebesar US$2,6 miliar (sekitar Rp42,64 triliun asumsi kurs saat ini) tersebut, hanya selang setahun setelah digadang-gadang pemerintah.

Kedua investor Eropa itu padahal telah menargetkan bakal membuat keputusan investasi final atau final investment decision (FID) dari proyek Sonic Bay pada semester I-2024.

Proyek smelter berbasis high pressure acid leach (HPAL) pada awalnya dirancang untuk memproses sebagian bijih dari tambang Weda Bay Nickel demi menghasilkan produk antara nikel dan kobalt, yakni sekitar 60.000 ton nikel dan 6.000 ton kobalt yang terkandung dalam endapan campuran hidroksida yang dikenal sebagai mixed hydroxide precipitates (MHP), sebagai bahan baku baterai electric vehicle (EV). 

Pabrik kimia BASF SE di Ludwigshafen, Jerman, Selasa, (25/4/2023). (Alex Kraus/Bloomberg)

Selain itu, nickel and cobalt salts akan digunakan untuk memproduksi prekursor bahan aktif katoda (PCAM) dan bahan aktif katoda (CAM) untuk baterai litium-ion yang digunakan pada kendaraan listrik.