Bloomberg Technoz, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex —salah satu raksasa pertekstilan dalam negeri — melaporkan perusahaan juga turut merasakan imbas penurunan permintaan tekstil dan produk tekstil (TPT) baik di pasar global maupun nasional.
Di tingkat global, Sritex melaporkan penurunan penjualan yang hampir merata baik di kawasan Eropa, Asia, Amerika Serikat (AS), Amerika Latin, Uni Emirat Arab (UEA), dan Afrika.
Selain itu, dampak makro ekonomi seperti suku bunga, inflasi yang tinggi, serta kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta perang Israel-Palestina menyebabkan penurunan tingkat permintaan dimana masyarakat global lebih mengutamakan uangnya untuk kebutuhan pangan dan energi.
Selain itu, jalur pengiriman barang tekstil yang ditempuh guna menghindari konflik Terusan Suez juga menjadi tantangan bagi produsen tekstil ini.

"Melihat kondisi global yang mengalami penurunan permintaan, perseroan melakukan perubahan strategi untuk memperbesar porsi penjualan domestik, tetapi hal ini terganggu dengan maraknya kegiatan impor pakaian illegal yang secara harga akan menjadi lebih murah dikarenakan tidak membayar pajak seperti halnya perusahaan domestik yang taat membayar pajak sesuai aturan yang ada," tulis Sritex dalam rilis kinerja perseroan, Selasa (25/6/2024).
Untuk diketahui, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2024, SRIL melaporkan penjualan konsolidasi senilai US$325 juta dan rugi bersih sebesar US$174,8 juta pada 2023.
Terlebih, penjualan mengalami penurunan sebesar 38% dibandingkan dengan 2022, sedangkan rugi bersih diklaim mengalami perbaikan cukup signifikan sebesar 44% dibandingkan dengaan rugi bersih 2022 yang tercatat sebesar US$395,6 juta.
"Kami meyakini perseroan mampu meningkatkan kinerja keuangan secara bertahap pada tahun-tahun mendatang walaupun kondisi perekonomian masih akan mengalami banyak tantangan paling kurang sampai 2025. Keyakinan kami tersebut didasarkan pada kinerja 2023 yang sudah mampu menekan kerugian jika dari tahun sebelumnya," ungkap Direktur Keuangan dan Corporate Secretary Sritex, Welly Salam.
Sekadar informasi, Sritex sendiri merupakan sebuah perusahaan tekstil yang berkantor pusat di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Perusahaan bermula dari usaha perdagangan tekstil yang didirikan oleh HM Lukminto pada 1966 di Pasar Klewer, Solo dengan nama UD Sri Redjeki. Dua tahun setelahnya atau pada 1968, UD Sri Rejeki mendirikan sebuah pabrik di Joyosuran, Solo untuk memproduksi kain mentah dan bahan putihan.
Pada 1978, nama dan badan usaha UD Sri Redjeki diubah menjadi PT Sri Rejeki Isman yang terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas. PT Sri Rejeki Isman mengembangkan usaha dengan mendirikan pabrik penenunan pertamanya pada 1982.
Perusahaan ini pada 1984 dipercaya untuk memproduksi seragam militer pasukan militer NATO dan militer Jerman. Pada 1992, Sritex memperluas pabriknya, sehingga dapat menampung empat lini produksi sekaligus, yakni pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.
(prc/wdh)