Logo Bloomberg Technoz

Persoalan ketiga, adanya kebijakan moneter yang ketat. Esther menjelaskan saat ini kondisi ekonomi masih relatif ketat, ditandai tingkat suku bunga yang terus naik, nilai tukar rupiah yang berfluktuasi ke level Rp16.400-an/US$. kondisi ekonomi yang relatif sulit ini akan menjadi awalan pemerintahan presiden baru nanti.

Keempat, fleksibilitas fiskal yang menurun dengan rasio pajak yang hanya di kisaran 8%-10% terhadap produk domestik bruto (PDB), dan rasio utang mencapai 38% terhadap PDB. Terlebih, akan ada kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari semula 11% menjadi 12%, sehingga ruang fiskal relatif lebih sempit.

"Jadi mau tidak mau generate more income, revenue state harus terus diupayakan," ujar Esther.

Kelima, terkait performa industri manufaktur yang menurun. Jika diamati, impor bahan baku masih terus membengkak karena nilai tukar rupiah terdepresiasi. Jadi, industri manufaktur dan lainnya yang menggantungkan diri pada bahan baku impor sangat terdampak.

Persoalan terakhir, fungsi intermediasi keuangan, yakni penerima kredit masih terbatas. Artinya margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia masih relatif tinggi. Terlebih dengan adanya kebijakan tingkat suku bunga tinggi, dan nilai tukar rupiah yang volatil. Hal ini tentu akan menjadi beban pemerintahan presiden terpilih.

Sebagai informasi, NIM merupakan ukuran perbedaan antara pendapatan bunga yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya dan jumlah bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka, relatif terhadap jumlah aset mereka.

(lav)

No more pages