Dalam pernyataan terakhir kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan berniat mengurangi volume penerbitan SBN menyusul masih besarnya Sisa Lebih Anggaran Perhitungan Anggaran (Silpa) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang nilainya mencapai Rp200 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan terus mengendalikan pinjaman dalam negeri dan luar negeri, termasuk mengurangi penerbitan SBN. Silpa yang masih besar itu bisa digunakan untuk membantu pembiayaan negara.
“Karena punya Silpa, tahun ini Silpa Rp200 triliun, sehingga SBN bisa dijaga volume issuance-nya, ini yang menyebabkan kenaikan yield kami bisa dijaga relatif baik,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP, Senin (24/6/2024).
Pengurangan penerbitan SBN itu mungkin akan sejalan dengan agresivitas Bank Indonesia memakai Sertifikat Rupiah (SRBI) untuk menarik modal asing masuk.
Gubernur BI Perry Warjiyo di gedung parlemen kemarin bilang, BI mengerek bunga SRBI untuk menarik dana asing lebih besar agar rupiah terbantu.
Perry mengakui penerbitan SRBI mungkin akan memicu masalah dengan penerbitan SBN terutama bila kelak pemerintah harus menerbitkan banyak SBN demi kebutuhan pembiayaan APBN.
Perry bilang, BI akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan penjualan SRBI tidak mengganggu penjualan surat utang negara. "Jika pemerintah memerlukan penerbitan obligasi yang lebih besar di masa depan, kami pasti akan menurunkan penerbitan SRBI kami," kata dia.
BI kuasai SBN
BI kembali menjadi penguasa terbesar SBN di pasar saat ini dengan kepemilikan hingga 21 Juni mencapai Rp1.314,43 triliun (nett), naik sebesar Rp36,92 triliun dibanding posisi akhir Mei lalu.
Angka kepemilikan SBN oleh BI itu juga menjadi yang terbesar sepanjang masa, sejauh yang dicatat. Kepemilikan BI di SBN setara dengan 22,74% nilai outstanding surat berharga negara di pasar sekunder saat ini.
Alhasil, itu menempatkan BI sebagai pemilik SBN terbesar di pasar, mengalahkan perbankan (22,5%) juga industri keuangan nonbank (22,09%). Adapun kepemilikan asing di SBN semakin susut menjadi 13,83% per 21 Juni.
Lonjakan kenaikan kepemilikan SBN oleh BI selama Juni ini, tidak bisa dilepaskan dari kejatuhan rupiah belakangan. Rupiah menyentuh Rp16.450/US$ pada Jumat lalu dan dalam perdagangan spot intraday, rupiah bahkan sempat menyentuh Rp16.470/US$ hari ini, Senin (24/6/2024) kala pembukaan pasar.
BI menempuh intervensi langsung ke pasar setiap kali rupiah tertekan. Strategi yang disebut triple intervention adalah dengan mengguyur valas di pasar spot, kemudian intervensi di pasar forward domestik (DNDF) dan ke pasar SBN melalui transaksi beli.
(rui)