Misbakhun menyampaikan bahwa dirinya setuju dengan pernyataan yang disampaikan oleh BI, bahwa rupiah yang terdepresiasi sekitar 5% masih cukup baik dibanding negara-negara lainnya.
Namun, ia menyoroti bahwa persepsi yang terbangun di masyarakat tidak sejalan dengan data yang disampaikan oleh BI. Oleh karena itu, Misbakhun menekankan bahwa BI perlu membangun pesan kepada masyarakat mengenai penurunan nilai tukar yang terjadi.
“Ini yang perlu dilakukan sehingga tidak terjadi bahan spekulasi pergunjingan dan sebagainya di pembicaraan masyarakat-masyarakat bahwa kita ini menghadapi situasi yang tidak pasti. Apalagi jika dikaitkan dengan pergantian kekuasan, Pemilu, dan sebagainya,” pungkasnya.
Pada pemberitaan sebelumnya, BI menilai salah satu penyebab pelemahan rupiah yakni persepsi dari pelaku pasar terkait masalah fiskal ke depan. Otoritas moneter ini pun menyarankan perlunya komunikasi yang lebih intensif dari tim Presiden Terpilih Prabowo Subianto kepada pelaku pasar.
Seperti diketahui, rupiah dibuka di level Rp16.475/US$ pada pembukaan perdagangan hari ini, Jumat (21/6/2024), pembukaan rupiah itu menjadi nilai rupiah terlemah baru setidaknya sejak 2 April 2020.
Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Sekuritas BI Edi Susianto menjelaskan bahwa permasalahan fiskal yang sempat disinggung Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, dimaksudkan sebagai persepsi atau prasangka dari pelaku pasar terkait masalah fiskal ke depan.
“Dalam kondisi seperti tersebut, memang diperlukan komunikasi yang lebih intensif lagi dari Timnya pak Prabowo utamanya kepada pelaku pasar khususnya investor asing,” ujar Edi kepada Bloomberg Technoz, Jumat (21/6/2024).
Meskipun begitu, Edi menilai bahwa telah terdapat penjelasan yang dibuat oleh tim sinkronisasi Prabowo untuk membantah prasangka pelaku pasar tersebut.
(azr/lav)