Logo Bloomberg Technoz

Dengan skenario tersebut, dia memprediksi rupiah akan bergerak ke kisaran level 16.000-16.250/US$. "Pernyataan tim ekonomi Prabowo, Menko Airlangga, dan Menkeu Sri Mulyani pagi tadi juga dapat mampu meredam aksi jual (net sell) di pasar saham RI," ujar dia.

Berbeda dengan Sukarno, Pengamat Pasar Modal sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menilai pernyataan Thomas Djiwandono dan Sri Mulyani tersebut tak akan mampu meredam volatilitas IHSG dan rupiah ke depan.

Budi berpendapatan bahwa enguatan rupiah dapat terlihat jika ada aksi intervensi nyata dari Bank Indonesia. "Jual dolar, walaupun akan mengakibatkan turunnya cadev [cadangan devisa] kita," ujar Budi.

Selain itu, Budi mengisyaratkan BI mesti menaikkan suku bunga, meski akan berimplikasi dan mengorbankan pertumbuhan ekonomi di bawah 5%.

"Jika rupiah bisa menguat hingga di bawah angka psikologis Rp1.000 sudah harus diapresiasi, syukur-syukur bisa ke 15.700-15.800."

IHSG ke depan, Budi memprediksi akan mudah bergerak menuju ke level di atas 7.000. Namun bukan disebabkan oleh pernyataan Thomas dan Sri Mulyani, melainkan adanya arus dana masuk ke Indonesia, serta dan adanya revisi kebijakan papan pemantauan khusus (PPK) full call auction (FCA).

Senin pagi tadi, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama dengan Tim Ekonomi di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto mengadakan konferensi pers tentang kondisi fundamental ekonomi RI.

Dalam konferensi tersebut, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto memastikan defisit APBN masih di bawah 3% pada 2025, sekaligus menilai perekonomian RI masih cukup resilien di tengah tantangan global. 

Meski begitu, Sri Mulyani menggarisbawahi Indonesia dituntut mempertahankan kebijakan fiskal agar tidak menjadi sumber ketidakpastian di tengah turbulensi global.

Kebijakan fiskal Indonesia, lanjut Sri Mulyani, perlu mempertahankan pamor Indonesia yang selama ini selalu mampu membedakan diri dari kelompok emerging market rapuh. 

"ni penting dijaga dengan pengelolaan eksekusi fiskal moneter untuk jaga stabilitas makro kita," jelas dia.

Pada saat yang bersamaan, Anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Thomas Djiwandono menyatakan pemerintahan Presiden Prabowo mendatang tak mungkin membiarkan rasio utang mencapai 50% terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Terkait rasio utang terhadap PDB yang mungkin pernah dikatakan sudah kami rencanakan di atas 50% dan sebagainya itu tidak mungkin," kata Thomas.

Presiden Prabowo akan berkomitmen memenuhi target-target yang direncanakan pemerintah dan telah disepakati oleh DPR RI dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025 nanti.

(wep)

No more pages