Tantangan industri Paylater
Meski demikian, industri paylater juga memiliki tantangannya tersendiri, salah satunya kurangnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak nasabah paylater yang menunggak pembayaran pinjaman.
Sama seperti pinjaman ataupun kredit lainnya, tunggakan paylater akan ditagih oleh pihak pemberi pinjaman. Aktivitas penagihan inilah yang kerap kali dikeluhkan oleh masyarakat, karena dianggap menyalahi hak-hak konsumen. Lantas benarkah, penagihan yang dilakukan tidak sesuai prosedur?
Nyatanya, berdasarkan data yang dihimpun Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) lebih dari 90% penagihan paylater telah dilakukan sesuai dengan prosedur. Menurut Ketua APPI, Suwandi Wiratno, dari 2.871 data penagihan atau pengaduan di sepanjang 2023, hanya terdapat tiga kasus yang terindikasi mengalami pelanggaran dalam proses penagihan.
Untuk membantu melindungi konsumen dalam proses penagihan, OJK juga telah membuat Peraturan OJK nomor 22 tahun 2023. Peraturan ini bertujuan untuk melindungi itikad baik Perusahaan Pembiayaan maupun konsumen, melarang kerja sama dengan pihak yang melakukan kegiatan pinjaman online ilegal, dan memastikan pelaku usaha jasa keuangan tidak melakukan kegiatan yang merugikan konsumen.
Para pelaku usaha jasa keuangan juga diwajibkan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan kepada konsumen, menerapkan kebijakan prosedur dan kode etik perlindungan konsumen, menjaga perlindungan data pribadi, keamanan sistem informasi serta ketahanan siber untuk perlindungan konsumen.
Namun, peraturan ini juga menjelaskan bahwa debitur nakal tidak akan dilindungi. Hal tersebut merujuk pada pasal 6 POJK Nomor 22 Tahun 2023 yang disebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan berhak mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
Dalam implementasinya, para Perusahaan Pembiayaan juga diwajibkan untuk mematuhi POJK yang telah dikeluarkan oleh OJK ini saat menjalani proses penagihan ke debitur. “Semua pelaku usaha jasa keuangan perusahaan pembiayaan harus menaati asas-asas yang berlaku di Peraturan OJK (POJK). Selama mereka [pelaku usaha jasa keuangan] mengikuti koridor semua aturan yang mengacu pada POJK, ya [mereka] sudah benar,” tambah Suwandi.
Dalam proses penanganan keterlambatan pembayaran tagihan, setiap pemain paylater di Indonesia juga memiliki prosedurnya masing-masing. Salah satu contohnya adalah SPayLater. Mengutip dari halaman Pusat Bantuannya, SPayLater memiliki beberapa tahapan untuk menangani masalah keterlambatan pembayaran tagihan dari debitur, dimulai dari pengenaan denda keterlambatan.
Setelah itu, debitur akan mengalami pembatasan akses fungsi di aplikasi. Dan di langkah terakhir, SPayLater baru akan melakukan penagihan. Keterlambatan pembayaran juga dapat turut berdampak pada peringkat kredit debitur di Sistem Layanan Informasi Keuangan.
Bijak Gunakan Paylater
Suwandi menjelaskan agar masyarakat tidak sembarangan untuk menggunakan fasilitas paylater, terutama harus memperhatikan kemampuan untuk membayar. Jangan sampai ada nasabah yang menunggak, namun yang disalahkan adalah perusahaan paylater.
“Ini adalah semacam fasilitas yang disediakan. Bisa jalan-jalan pakai pinjaman, pulangnya pusing bayar cicilan. Yang disalahin perusahaan itu, kan nggak lucu," lanjutnya.
Menurutnya masyarakat perlu mendapatkan edukasi mengenai paylater agar bisa mendapatkan pemahaman yang terbuka sebelum memutuskan melakukan peminjaman.
"Fenomena itu masyarakat yang harus dididik. Kalau mau beli barang, kalau mau cicil, kalau punya duit buat beli tunai aja jangan dicicil, mengatur keuangan ya ngatur sendiri,” ucapnya.
Ketua APPI periode 2022-2027 ini mengingatkan agar para pelaku perusahaan juga lebih ketat terhadap aturan-aturan dalam syarat dan ketentuan bagi seseorang yang ingin meminjam paylater. Tentunya katanya diprioritaskan bagi yang mampu bisa membayar dan mempunyai kemampuan finansial melalui pendapatan.
"Saya juga sebagai asosiasi menyarankan untuk jangan memberikan persetujuan kredit kepada orang yang belum mampu mencicil, makanya diperiksa yang benar. Kedepannya perusahaan hanya meminjamkan kepada orang-orang yang benar mampu bisa bayar atau ada pendapatannya," ujarnya.
(tim)