Namun, pada Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menag RI tanggal 13 Maret 2024, Menag RI mengubah komposisi pembagian kuota haji, dengan tidak menyertakan kuota tambahan di Bulan Oktober 2023 tersebut. Dengan rincian, dari alokasi kuota haji sebanyak 221.000 jemaah haji, dibagi 92 persen atau 213.320 untuk jemaah haji reguler dan 8 persen sisanya atau 27.680 untuk jemaah haji khusus.
Sementara itu, kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah tersebut dibagi dua, dengan komposisi 50 persen haji reguler dan 50 persen haji khusus. Adapun berdasarkan kesimpulan Raker Komisi VIII dengan Kemenag per Maret tersebut, usulan perubahan komposisi haji tersebut dari Kemenag tersebut, hanya akan dibahas lebih lanjut.
"Artinya, kesepakatan komposisi kuota haji tetap mengacu pada Raker Komisi VIII dengan Kemenag di Bulan November 2023, bukan Maret 2024," kata dia menegaskan.
Dia mengatakan, pembagian kuota dengan komposisi 92 persen dan 8 persen ini sangat penting sebab antrean jamaah haji regular jauh lebih tinggi dibanding jamaah haji khusus. Oleh karenanya, dia meminta Menag untuk mematuhi pembagian kuota tambahan dengan komposisi 92 persen dan 8 persen dan tidak seenaknya saja mengganti menjadi komposisi 50-50 persen.
“Antrean jamaah haji regular itu sudah sangat panjang, bahkan ada satu kabupaten di Sulawesi Selatan antreannya mencapai 45 tahun. Itu bagaimana mungkin bisa kita segera selesaikan kalau perintah undang-undang, amanat Keppres dan kesepakatan dalam Raker Komisi VIII DPR RI saja malah dilanggar,” ujar Wachid.
Desak Bentuk Pansus Haji
Wachid kemudian tegas mendukung pembentukan Pansus Haji yang akan menyingkap berbagai penyimpangan yang telah merugikan para jamaah haji. Dia ingin Pansus segera dibentuk dan dapat bekerja untuk menyelidiki, menghimpun informasi dan menelusuri bukti-bukti dalam rangke merumuskan solusi dalam membenahi penyelenggaraan ibadah haji ke depan.
“Penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun itu seperti ini saja, tidak ada perbaikan yang signifikan. Makanya diperlukan pembentukan Pansus agar pembenahan bisa dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan juga sistematis karena melibatkan semua stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji,” tutupnya.
Senada, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily juga mengkritik keras keputusan Kemenag.
Ace Hasan Syadzily menekankan bahwa alokasi kuota tambahan ini seharusnya diperuntukkan untuk mengurangi daftar tunggu haji reguler yang mencapai 5,2 juta orang. Ia juga menyayangkan keputusan Kemenag yang mengubah kebijakan secara sepihak tanpa melalui proses pembahasan di DPR RI.
"Kementerian Agama tidak bisa mengambil kebijakan sepihak karena pasti akan berdampak kepada penggunaan anggaran, jumlah petugas, dan pengaturan lainnya yang telah disepakati bersama dalam Raker Komisi VIII DPR RI dan hasil Panja Biaya Haji," jelas Ace.
Jawaban Menag
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengklaim tak ada penyelewengan soal alokasi yang dilakukan pemerintah terhadap tambahan kuota haji dari Arab Saudi sebanyak 20 ribu orang.
Seperti diketahui, Menag membagi rata 50:50 tambahan kuota haji itu untuk haji reguler dan haji khusus.
“Tidak ada penyalahgunaan kuota tambahan. Itu prinsipnya,” tegas Menag di Madinah, Jumat (21/6/2024).
“Kami tidak menyalahgunakan dan insya Allah kami jalankan amanah ini sebaik-baiknya,” ujar Yaqut.
(red/ain)