Logo Bloomberg Technoz

Pada lelang SRBI terakhir pekan lalu, BI mengerek bunga lebih tinggi yakni dari sebesar 7,42% untuk tenor 12%, naik daripada tingkat bunga pada lelang sebelumnya 7,35% dan 7,33%.

Perry bilang, BI mengerek bunga SRBI untuk menarik dana asing lebih besar agar rupiah terbantu. 

Ia mengakui penerbitan SRBI mungkin akan memicu masalah dengan penerbitan Surat Berharga Negara terutama bila kelak pemerintah harus menerbitkan banyak SBN demi kebutuhan pembiayaan APBN. 

Perry bilang, BI akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan penjualan SRBI tidak mengganggu penjualan surat utang negara. 

"Jika pemerintah memerlukan penerbitan obligasi yang lebih besar di masa depan, kami pasti akan menurunkan penerbitan SRBI kami," kata dia.

Analis menilai, kenaikan bunga SRBI itu berpeluang menyebabkan transaksi obligasi di pasar sekunder berkurang. Investor akan lebih melirik SRBI karena imbal hasil yang lebih menarik. 

Sebagai perbandingan, SRBI 12 bulan terakhir ditetapkan di 7,41%, sementara SBN tenor 1Y siang ini terpantau di kisaran 6,77%. Tingkat bunga SRBI jauh melampaui yield SBN bahkan untuk tenor terpanjang 30 tahun.

Sebelumnya, para analis juga mempertanyakan selisih yang kian melebar antara BI rate dengan tingkat bunga SRBI. 

SRBI yang berhasil menarik dana asing masuk cukup besar menunjukkan bahwa imbal hasil yang ditawarkan menarik meski ada risiko berinvestasi di Indonesia, menurut ekonom PT Bank Central Asia Tbk Keely Julia Hasim dan Barra Kukuh Mamia, seperti dilansir oleh Bloomberg.

Menurut mereka, itu memantik pertanyaan, apakah BI harus menyesuaikan BI rate agar lebih sesuai dengan imbal hasil SRBI? Mengingat kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, BI kemungkinan enggan menaikkan bunga.

"BI tidak bisa hanya bergantung pada penerbitan SRBI untuk menjaga stabilitas rupiah karena terlalu banyak penerbitan SRBI akan memicu pengetatan likuiditas domestik yang berlebihan," kata ekonom BCA.

BI rate dinilai masih bisa naik lagi tahun ini ke 6,5% karena risiko pelemahan rupiah lebih lanjut ke Rp16.500-Rp16.600/US$ akan menjadi hal yang sangat ditakutkan terutama bila terjadi secara cepat.

Asing memborong SRBI senilai  Rp39,96 triliun pada 22 Mei-19 Juni lalu sehingga total kepemilikan asing di instrumen jangka pendek berbunga tinggi itu kini mencapai Rp179,86 triliun.

Sampai 14 Juni, BI telah menerbitkan SRBI senilai Rp666,5 triliun, lalu SVBI dan SUVBI sebesar US$2,03 miliar dan US$935 juta. Asing menguasai 27% total outstanding SRBI.

"Instrumen ini memang memicu efek crowding out likuiditas di pasar karena menggeser kurva imbal hasil dan menaikkan yield di pasar sekunder. Namun, sepertinya saat ini instrumen-instrumen inilah yang menjadi pilihan paling mungkin sekarang," kata Satria Sambijantoro, Head of Equity Research Bahana Sekuritas.

(rui)

No more pages