"Jika kami bisa, kami akan melakukannya melalui cara diplomatis. Jika tidak, hal itu akan dicapai dengan cara lain," kata Netanyahu.
Sementara para pejabat AS mengungkapkan kekhawatiran perang terbuka akan terjadi antara Israel dan Hizbullah.
Dalam wawancara tersebut, Netanyahu secara langsung menolak, untuk pertama kalinya, terkait kemungkinan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas yang dapat mengakhiri perang. Kesepakatan itu sebelumnya disampaikan oleh Presiden AS Joe Biden dalam pidatonya beberapa pekan lalu.
"Jika ada kesepakatan, itu akan berdasarkan persyaratan dari kami dan bukan berarti mengakhiri perang, menarik diri dari Gaza, dan membiarkan kekuasaan Hamas tetap utuh," katany.
"Saya bersedia menyetujui kesepakatan parsial yang akan membuat sejumlah sandera Israel pulang, dan setelah gencatan senjata tersebut berakhir, kami akan berkomitmen untuk melanjutkan pertempuran sampai tujuan menghancurkan Hamas tercapai," katanya.
Wawancara Netanyahu membuat marah keluarga para sandera, yang menyalahkannya karena meninggalkan 120 sandera yang masih berada di Gaza. Menurut pernyataan keluarga sandera setelah wawancara tersebut dirilis, Netanyahu telah "melanggar kewajiban moral negara terhadap warganya."
Kantor Netanyahu kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa dia sebenarnya berkomitmen untuk memulangkan semua sandera.
"Hamas yang menolak kesepakatan, bukan Israel," kata pernyataan itu. "Netanyahu telah menjelaskan bahwa kami tidak akan meninggalkan Gaza sampai kami mengembalikan semua sandera, baik yang hidup maupun yang meninggal."
(bbn)