Pada Jumat, nilai tukar rupiah mencapai titik terendah baru dalam empat tahun terakhir, sehingga membuat perusahaan lokal lebih mahal untuk membayar utang dolar mereka.
“Ketatnya selisih kredit secara umum saat ini memberikan sedikit ruang bagi volatilitas suku bunga atau perubahan buruk dalam persepsi risiko, sementara pelemahan rupiah tentu berdampak buruk bagi pembayaran utang luar negeri di masa depan,” kata Ting Meng, ahli strategi kredit senior Asia di Australia & Grup Perbankan Selandia Baru Ltd.
Spread uang kertas dolar PLN yang jatuh tempo pada Juni 2050, Mei 2048, dan Juli 2049 melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan pada pekan lalu. Premi imbal hasil obligasi mata uang AS dari Pertamina yang jatuh tempo pada Februari 2060 juga mencapai level tertinggi sejak Maret.
Surat utang kuasi-negara ini memiliki peringkat tertinggi di antara obligasi negara karena hubungannya dengan peringkat negara pemerintah. Spread yang makin melebar berarti emiten dengan peringkat lebih rendah harus menawarkan premi imbal hasil yang lebih tinggi pada obligasi baru.
Hal ini kemungkinan akan meningkatkan biaya refinancing (pembiayaan kembali) utang korporasi negara tersebut, dengan lebih dari US$6 miliar surat utang AS akan jatuh tempo hingga akhir 2025, lebih besar dibandingkan dengan di Malaysia, Thailand, dan Filipina.
“Selisih kredit yang lebih luas disebabkan oleh kekhawatiran baru terhadap kebijakan fiskal, yang berdampak pada sentimen luas terhadap aset-aset berisiko di Indonesia,” kata Winson Phoon, kepala penelitian pendapatan tetap di Maybank Securities Pte di Singapura.
(bbn)