Logo Bloomberg Technoz

Situasi inilah, menurut Alvin, yang menyebabkan maskapai domestik tidak mampu bertahan. Sebagai contoh, Alvin menyebutkan kondisi saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang anjlok tajam, dengan nilai sahamnya kini hanya Rp50 per lembar.

Tak Ada Kans

Untuk itu, Alvin pesimistis ada peluang bagi maskapai penerbangan untuk berkembang atau bahkan sekadar bertahan hidup jika tarif batas atas tidak dinaikkan. 

"Peluang apa yang diambil dari situasi saat ini? Enggak ada peluang. Maskapai-maskapai penerbangan ini hanya mencoba bertahan hidup. Tidak ada peluang kalau tidak dinaikkan tarif batas atasnya," tegas Alvin.

Senada dengan pernyataan Alvin, Direktur utama GIAA Irfan Setiaputra menyebut bahwa salah satu tantangan industri penerbangan ialah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 

Terlebih, menurutnya, Garuda Indonesia merupakan maskapai penerbangan yang secara penerimaan pendapatan masih dalam bentuk rupiah, tetapi secara pengeluaran perusahaan mereka menggunakan dolar AS untruk transaksinya.

"Banyak kali lah [tantangan industri penerbangan], yang jelas exchange rate. Kita komponen dolarnya kan gede, ini kalau exchange rate ini kursnya melemah terus kan, kita kan income-nya banyak rupiah," jelas Irfan selepas ditemui acara Forum Diskusi Apjapi di Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Selain itu, lanjut Irfan, kondisi geopolitik global yang tidak dapat dihindari juga akan bisa berdampak kepada kinerja perusahaan penerbangan.

Meski diketahui Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memprediksi industri penerbangan global akan menghasilkan laba bersih sebesar US$30,5 miliar (sekira Rp486,75 triliun) tahun ini.

"Geopolitik ini kan enggak bisa dihindari juga. Kita kan akhirnya juga kena dampak dan ini bukan industri yang marginnya gede sekali, gitu kan."


Bagaimanapun, Irfan memastikan kinerja Garuda masih baik-baik saja.

(prc/wdh)

No more pages