Selain kampanye negatif tersebut, kata Hendi, Indonesia juga menghadapi gugatan terhadap nikel di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Hendi pun mengatakan Indonesia bisa menghadapi kampanye negatif dan gugatan WTO dengan tetap menganut kebijakan politik luar negeri, yakni nonblok.
Menurut Hendi, Indonesia bisa bersikap tidak memihak kepentingan negara mana pun, tetapi terbuka untuk kerja sama dengan mitra potensial yang mendatangkan keuntungan dalam pengolahan sumber daya di Indonesia dengan maksimal.
"Artinya kita jangan sampai lebih berat partisan baik kekepentingan barat, kepentingan timur, maupun kepentingan China," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, London Metal Exchange (LME) dibanjiri desakan oleh banyak perusahaan tambang Barat untuk membedakan klasifikasi antara 'nikel hijau' dan nikel biasa dalam perdagangan komoditas logamnya.
Penambang-penambang global menilai nikel murah yang diproduksi di Indonesia telah merusak harga pasar nikel premium, yang diproduksi dengan ongkos lebih mahal lantaran menggunakan sistem dan teknologi ramah lingkungan.
Namun, LME sebagai pengelola pasar logam barometer dunia justru memberi sinyal bahwa pasar 'nikel hijau' atau disebut juga 'nikel premium' atau green nickel masih belum sanggup menyaingi produksi logam sejenis dari China atau Indonesia.
Dalam catatan atau notice yang diterbitkan pada Maret, LME menegaskan pasar ‘nikel hijau’ saat ini masih terlalu kecil untuk bisa menggaransi kontrak berjangka mereka sendiri.
“LME yakin pasar ‘nikel hijau’ belum cukup besar untuk mendukung semangat memperdagangkan kontrak berjangka hijau khusus. Pelaku pasar telah menyatakan kekhawatirannya akan hal itu dan masih terdapat perdebatan pasar yang signifikan mengenai bagaimana mendefinisikan ‘hijau’,” papar bursa logam barometer dunia itu.
Orang terkaya di Australia, Andrew Forrest, bahkan mendesak LME untuk membedakan klasifikasi antara nikel "kotor" dan "bersih" dalam perdagangan logamnya. Pernyataan tersebut dibuat setelah bisnis logam pribadinya mengumumkan penutupan tambang baru-baru ini.
Forrest menambahkan, beberapa perusahaan menggunakan baterai dari nikel murah yang ditambang di Indonesia, yang dikenal dengan jejak emisi tinggi dan standar lingkungan yang dipertanyakan.
"Anda ingin punya pilihan untuk membeli nikel bersih jika Anda bisa," kata Forrest. "Jadi, LME harus membedakan mana yang kotor dan yang bersih. Keduanya adalah produk yang berbeda, dan memiliki dampak yang sangat berbeda."
(dov/wdh)