Tekanan pasar masih berasal dari pasar global di mana divergensi kebijakan bunga di negara maju makin tajam. Bank sentral Swiss (SNB) memangkas bunga, sedang bank sentral Inggris (BOE) menahan bunga acuan.
Pagi ini data inflasi Jepang yang naik ke 2,5% dikhawatirkan akan segera mendorong Bank of Japan (BoJ) mengerek bunga acuan.
Pada saat yang sama, Federal Reserve masih mempertahankan sinyal penurunan bunga hanya sebesar satu kali tahun ini.
Lelang SRBI hari ini
Bank Indonesia akan menggelar lelang rutin instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) hari ini. Instrumen ini menjadi andalan bank sentral untuk menarik aliran modal asing masuk. Dengan situasi pasar saat yang kurang menguntungkan bagi emerging asset, ada potensi BI akan menawarkan imbal hasil cukup tinggi dalam lelang nanti.
"Terkait lelang SRBI, tentu nanti kita lihat bagaimana preferensi bidding dari pelaku pasar, termasuk investor asing. Yang jelas kemarin dari penjelasan Pak Perry [Gubernur BI] pada saat press conference bahwa upaya untuk terus menarik capital inflow akan dilakukan untuk ikut mendorong supply valas di market," kata Edi.
Lelang terakhir 14 Juni lalu, BI memberikan suku bunga di level 7,16% untuk tenor 6 bulan, lalu 7,28% untuk tenor 9 bulan, dan 7,35% untuk SRBI 12 bulan. Level itu berjarak sekitar 296 bps hingga 315 bps dengan imbal hasil US Treasury, surat utang Amerika.
Dalam konferensi pers kemarin, Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini minat investor asing masih tinggi untuk SRBI. Asing memborong SRBI senilai Rp39,96 triliun pada 22 Mei-19 Juni lalu sehingga total kepemilikan asing di instrumen jangka pendek berbunga tinggi itu kini mencapai Rp179,86 triliun.
Untuk sementara mengimbangi tekanan global, langkah BI mengoptimalkan SRBI dengan mengimingi level bunga tinggi dinilai masih menjadi pilihan paling masuk akal, selain mengintervensi pasar spot, DNDF juga pasar surat utang negara.
BI mencatat, per 14 Juni, mereka telah menerbitkan SRBI senilai Rp666,5 triliun, lalu SVBI dan SUVBI sebesar US$2,03 miliar dan US$935 juta. Asing menguasai 27% total outstanding SRBI.
"Instrumen ini memang memicu efek crowding out likuiditas di pasar karena menggeser kurva imbal hasil dan menaikkan yield di pasar sekunder. Namun, sepertinya saat ini instrumen-instrumen inilah yang menjadi pilihan paling mungkin sekarang," kata Satria Sambijantoro, Head of Equity Research Bahana Sekuritas.
(rui)