Tidak Relevan
Irfan menggarisbawahi harga komponen yang diatur dalam peraturan menteri yang direvisi pada 5 tahun lalu untuk menghitung TBA tersebut sudah tidak lagi relevan.
Dia mencontohkan melalui komponen nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang mana saat penetapan TBA pada 2019, rupiah masih berada dikisaran Rp13.000 per dolar AS. Sementara itu, saat ini nilai tukar rupiah hampir mencapai Rp16.500.
"Jadi, dari sisi cost itu TBA yang sekarang sudah tidak cocok lagi. Saya harap dari sisi revenue nantinya ada relaksasi dengan revisi TBA ini," harapnya.
Sebelumnya, pengamat penerbangan Alvin Lie menyarankan Kemenhub untuk mempertimbangkan menghapus TBA dan TBB tiket pesawat dan melepaskannya ke mekanisme pasar secara lebih luas.
"Ini mungkin kita perlu pertimbangkan lagi terus plus minusnya dengan adanya dari [tarif] batas atas," ujar Alvin.
Pendapat Alvin tersebut mengacu kepada rute pesawat penerbangan intenasional yang tidak diberlakukan TBA ataupun TBB, membuat maskapai bisa membanting harga semurah mungkin demi menarik minat masyarakat untuk terbang menggunakan maskapainya.
"Rute internasional tidak diatur batas atas, batas bawahnya sehingga maskapai bisa membanting harganya semurah mungkin," jelasnya.
"Selama ini yang terbang untuk rute internasional tidak pernah ada yang komplain teriak-teriak mau semahal apa pun ya dibayar karena kadang malah sangat mahal, kadang sangat murah," tuturnya.
(prc/wdh)