Logo Bloomberg Technoz

“Karena, di moda manapun, pelaku usaha tidak bisa menanggung sendiri. Mereka harus sharing [berbagi beban biaya] dengan end user [pengguna jasa]. Bila tidak ada kontrak, maka yang berlaku adalah mekanisme pasar dan melakukan efisiensi pada beberapa pos,” jelasnya. 

Seperti diketahui, Organization of the Petroleum Exporter Countries+ (OPEC+) memutuskan untuk memangkas produksi minyak sebanyak 1,16 juta barel minyak per hari mulai bulan depan hingga akhir tahun ini. Pengurangan produksi tersebut sontak membuat harga minyak dunia melambung. 

Harga minyak jenis Brent pada Senin (3/4/2023) ditutup di posisi US$ 84,93/barel atau melonjak 6,47% dari hari sebelumnya. Per Selasa (4/4/2023) pukul 09:37 WIB, harga naik 0,38% menjadi US$ 85,25/barel atau yang tertinggi sejak 6 Maret 2023.

Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kemarin ditutup di posisi US$ 80,42/barel, melejit 6,28%. Pagi ini, harga WTI naik 0,41% menjadi US$ 80,74/barel, tertinggi sejak 26 Januari 2023.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani tidak menampik kenaikan harga minyak dunia berpotensi membuat laju inflasi di Tanah Air makin sulit dikendalikan. Sebab, bukan tidak mungkin pemerintah akan kembali menaikkan harga BBM.

“Kalau harga minyak meningkat cukup lama dan  signifikan, pemerintah akan memilih untuk menaikkan harga jual BBM di pasar. Imbasnya adalah terganggunya aktivitas ekonomi pelaku usaha dan masyarakat,” katanya kepada Bloomberg Technoz, Selasa (4/4/2023).

Selain meningkatnya beban usaha, efek domino anomali harga minyak dunia yang perlu diwaspadai adalah pelemahan daya beli masyarakat akibat risiko inflasi yang kian menganga. Pelaku industri, baik barang maupun jasa, mau tidak mau harus mengurangi produksinya.

Terkait dengan antisipasi yang dilakukan pelaku usaha, Shinta menyebut hampir tidak ada langkah pasti yang bisa dilakukan pebisnis terhadap kondisi ini; selain memanfaatkan kontrak dagang minyak yang sudah ada dengan harga pasar yang belum terdampak sentimen OPEC+.

Menurut Shinta, upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan perdagangan dengan negara-negara pemasok minyak dan gas (migas) untuk meredam fluktuasi harga minyak dunia. 

Upaya tersebut akan berjalan efektif apabila memanfaatkan perjanjian dagang yang sudah disepakati, salah satunya Indonesia-Uni Emirat Arab (United Arab Emirates/UAE) Comprehensive Economic Partnership Agreement.

“Di luar itu rasanya tidak ada yang bisa dilakukan. Di satu sisi, agregat konsumsi domestik terhadap migas dan harga minyak global bukan sesuatu yang bisa kami kendalikan,” tuturnya.

(wdh)

No more pages