BI Klaim Naikkan BI Rate Buat Rupiah Perkasa
Azura Yumna Ramadani Purnama
21 June 2024 05:20
Bloomberg Technoz, Jakarta - Bank Indonesia (BI) meyakini keputusan menaikan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25% pada April lalu sukses membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan dan suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) membuat imbal hasil atau yield meningkat. Dengan begitu, SRBI kembali mencatatkan aliran modal masuk dari asing.
Ia menyebut, pada Mei lalu SRBI mencatatkan total aliran dana masuk sebesar Rp80,29 triliun dan pada bulan Juni tercatat nilai transaksinya sebesar Rp17,83 triliun.
“Dengan itu rupiah menguat ke Rp15.900/US$ kembali dari short term-nya ke tren, ke depan juga masih begitu. Kami meyakini masih begitu,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI bulan Juni, Kamis (20/6/2024).
Perry mengatakan bahwa pada bulan-bulan sebelumnya saham hingga Surat Berharga Negara (SBN) mencatatkan aliran modal keluar. Namun, pasca BI menaikan suku bunga acuan maka dana-dana yang sempat keluar tersebut kembali masuk ke pasar keuangan RI.
Ia menegaskan bahwa kenaikan BI Rate dan yield SRBI pada 2 bulan lalu dapat mengembalikan nilai tukar rupiah ke fundamentalnya setelah mendapat tekanan akibat faktor geopolitik.
“Secara keseluruhan policy kami menaikan BI Rate, SRBI, 2 bulan yang lalu bisa mengembalikan nilai tukar waktu dapat tekanan geopolitik kembali ke arah fundamentalnya dan menguat ke Rp15.900/US$ dan itu terus berlangsung,” ucapnya.
Dengan begitu, ia menyebut bahwa nilai tukar rupiah secara fundamental seharusnya berada pada posisi Rp15.900/US$. Namun, terdapat beberapa faktor, seperti meningkatnya pembayaran dividen dalam bentuk valas oleh korporasi, yang menyebabkan nilai tukar rupiah fluktuatif.
Persepsi juga turut menjadi salah satu faktor penentu nilai tukar rupiah dalam jangka waktu pendek. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, terdapat persepsi terhadap kesinambungan fiskal Indonesia ke depan, sehingga mempengaruhi nilai tukar rupiah.
“Persepsi belum tentu bener loh. Persepsi akan fiskal kedepan, ini kan teknikal jangka pendek,” ungkapnya.
Ia menyebut faktor ketidakpastian geopolitik kembali menjadi salah satu faktor penting yang menentukan pergerakan rupiah. Utamanya arah kebijakan bunga global AS yang masih belum jelas, serta ketegangan geopolitik.
Perry yakin ecara fundamental, rupiah memang semestinya menguat. Namun gerakan harian memang mengandung volatilitas, jangka pendek akan naik-turun. Inflasi dalam negeri terkendali, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri tetap menarik, dan defisit transaksi berjalan terkendali.
"Apakah BI meyakini rupiah ke depan trennya kembali menguat? Yes!" ucap Perry.