Logo Bloomberg Technoz

Disebut Narkoba, Pemerintah Buka Potensi Budidaya Tanaman Kratom

Pramesti Regita Cindy
20 June 2024 20:30

Tanaman Kratom (Envato/wirestock)
Tanaman Kratom (Envato/wirestock)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat kabinet membahas tentang status tanaman kratom yang disebut masuk ke dalam golongan narkotika.

Selepas rapat tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, pemerintah akan berupaya mengatur regulasi terkait budidaya tanaman Kratom di Indonesia. Terlebih hal ini jadi penting dilakukan agar nilai ekonomi dan kualitas dari tanaman tersebut dapat terus meningkat.

"Saran kami nanti mungkin kalau ini regulasinya sudah diatur mungkin kita budidayakan ke depan. Supaya nilai ekonomisnya, kualitasnya, dan seterusnya bisa meningkat karena harga sekarang ini turun drastis," kata Amran dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (20/6/2024).

Menurut dia, kementan akan mencoba membentuk koperasi yang dikorporasikan guna dapat meningkatkan kesejahteraan petani tanaman kratom. Berdasarkan data kementeriannya, ada sekitar 18 ribu petani yang membudidayakan tanaman tersebut di Kalimantan Barat.

"Jadi [kratom] bisa kita tata, bisa kita kelola. Kalau ada koperasi yang mengelola ini kita korporasi kan sehingga kualitasnya terjamin, kuantitasnya terjamin, karena itu syarat untuk ekspor. Kalau kualitasnya terjamin, pasti otomatis meningkatkan kesejahteraan petani kita," kata Amran.

"Yang terpenting kuantitasnya, dalam hal ini kuantumnya, kemudian kualitasnya sehingga dulu harga US$30, sekarang jatuh sampai US$2, US$5. Nah ini jatuh terlalu rendah."

Sebelumnya, Moeldoko menyebut bahwa pemerintah harus mengatur tata kelola tanaman ini karena masih belum ada standar kualitas yang jelas. Kedua, pemerintah juga ingin mengatur dan mengembangkan tata niaga yang potensial dari tanaman Kratom. Selain itu, kepastian legalitas apakah termasuk ke dalam kelompok tanaman yang dilarang.

Pada saat ini, kata Moeldoko, pemerintah telah meminta Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) untuk meneliti lebih detail tentang potensi bahaya dari tanaman kratom. Hal ini dilakukan meski kementerian kesehatan sebenarnya sudah menyatakan tanaman ini tak memiliki efek kecanduan dan berbahaya seperti golongan narkotika.

Selain itu, pemerintah juga meminta Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan riset tentang komposisi aman atau batasan dari penggunaan tanaman kratom.

Secara paralel, pemerintah juga meminta Kementerian Perdagangan untuk mengatur tata kelola niaga tanaman kratom agar mencapai titik standard untuk diperdagangkan. Berdasarkan informasi, ada sekitar 20 negara yang menolak komoditas kratom dari Indonesia.

"Tidak ada lagi produk kratom Indonesia yang mengandung bakteri salmonella, equaly dan logam berat. Karena beberapa eksportir kira direjek barangnya gegara mengandung itu. Kenapa itu terjadi? Karena belum teratur niaga nya dengan baik," ujar Moeldoko.

"Berikutnya Kemendag menentukan eksportir terbatas agar tidak semua bisa ekspor tidak terjaga dengan baik, itu kira-kira point yang disepakati dalam rapat," tegasnya.