BEI beralasan implementasi FCA adalah untuk meredam volatilitas yang tak wajar dan melindungi investor, sedangkan yang protes beralasan FCA dinilai tidak transparan karena tidak ada permintaan (beli/bid) dan penawaran (jual/offer) atas saham yang masuk PPK.
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis I BEI, Firza Rizqi Putra, mengatakan memang bid dan ask/offer tidak diinformasikan. “Tetapi kami menginformasikan Indicative Equilibrium Price (IEP) dan Indicative Equilibrium Volume (IEV),” kata Firza, dalam konferensi pers, Senin (25/3/2024).
Sebab itu BEI akan mengubah aturan saham yang terkena Papan Pemantauan Khusus (PPK) yang terkena implementasi FCA. Beberapa penyesuaian aturan dalam kebijakan itu dilakukan pada Kriteria Nomor 1, 6,7, dan 10.
Sekadar catatan, ada 11 kriteria saham yang akan masuk dalam PPK FCA dalam aturan sebelumnya, yang tertuang dalam Peraturan Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus serta pengumuman nomor Peng-00001/BEI.PB1/03-2024 tanggal 20 Maret 2024.
Berikut 4 poin kriteria saham FCA yang akan direvisi:
Kriteria 1
Dalam kriteria nomor 1, sebelumnya diatur bahwa harga rata-rata 6 bulan terakhir saham berada di bawah Rp 51, kini akan dipersingkat menjadi hanya 3 bulan.
Tetapi ada tambahan kriteria saham yang bakal masuk FCA, yakni kondisi likuiditas rendah dengan nilai transaksi rata-rata harian kurang dari Rp 5 juta dan volume transaksi rata-rata kurang dari 10.000 saham. Dua kriteria ini mesti terpenuhi.
Saham-saham yang sudah tidak memenuhi dua kriteria tersebut akan dikeluarkan pada papan FCA nantinya.
Selain itu, BEI juga menambahkan kriteria saham yang dapat keluar dari FCA yakni perusahaan tersebut telah melakukan pembagian dividen tunai yang diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) selama harga paling kurang Rp 50. Ini dikecualikan pada saham yang masuk dalam pada Papan Akselerasi.
Kriteria 6
Dalam ketentuan kriteria 6, ada perubahan dalam ketentuan masuk. Sebelumnya, saham bisa masuk FCA disebabkan tidak memenuhi syarat tetap tercatat atau free float yang berdasarkan Peraturan Bursa Nomor I-A dan I-V.
Dalam penyesuaiannya, kriteria itu kini dikecualikan yakni ketentuan jumlah saham free float paling sedikit sebanyak 5 juta untuk saham yang yang berada di Papan Utama dan Pengembangan dan di atas 5% dari jumlah saham tercatat untuk Papan Utama, Pengembangan, dan Akselerasi.
Kemudian, BEI juga menambah kriteria saham yang akan keluar dari FCA, yakni emiten tersebut masuk k ke dalam daftar efek Liquidity Provider Saham dan memiliki Liquidity Provider Saham.
Kriteria 7
Dalam poin kriteria ini, disebutkan sebelumnya penyebab saham masuk FCA adalah lantaran likuiditas rendah dan nilai transaksi rata-rata harian kurang dari Rp5 juta dan volume transaksi rerata harian kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir.
Kini, jumlah akumulasi penghitungan rerata likuiditas dan volume transaksi harian tersebut dipersingkat menjadi hanya 3 bulan.
Kemudian, BEI juga menambahkan kriteria saham tersebut akan keluar. Penambahan itu yakni saham telah membagikan dividen yang diputuskan dalam RUPS, dan juga sudah tidak dalam likuiditas rendah atau telah memiliki Liquidity Provider Saham.
Kriteria 10
Terakhir dalam kriteria ini sebelumnya ditetapkan bahwa penyebab saham masuk papan FCA adalah telah dilakukan penghentian perdagangan efek atau suspensi selam lebih dari 1 hari yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.
Dalam penyesuaian tersebut, BEI menghapus ketentuan tersebut menjadi tidak ada perubahan ketentuan masuk.
Selain itu, BEI juga mempersingkat saham yang masuk papan FCA sebelumnya harus mencapai 30 hari, kini hanya 7 hari bursa.
Bagaimana dengan Saham GOTO?
Terkait dengan revisi aturan PPK ini, salah satu saham yang juga dikhawatirkan pelaku pasar akan masuk FCA adalah saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang sebelumnya turun di level Rp 50/saham pada Kamis ini (20/6/2024).
Mengacu data BEI, pada penutupan perdagangan Kamis ini, saham GOTO di level Rp 50/saham dengan nilai transaksi harian Rp 185 miliar dengan volume sebanyak 3,69 miliar saham. Kapitalisasi pasarnya kini sebesar Rp 60 triliun.
Namun menurut Analis Kiwoom Sekuritas Abdul Azis, ketentuan baru yang tengah dimintakan tanggapan pelaku pasar itu justru membuat GoTo sulit masuk FCA lantaran ada kriteria likuiditas yang masih ramai.
Abdul menjelaskan, berdasarkan data BEI, selama sebulan terakhir, saham GOTO masih ramai ditransaksikan bahkan mencapai Rp 3,97 triliun. Jumlah itu setara dengan 1,54% dari total transaksi BEI dan jika dikali 20 hari bursa, rata-rata Rp 199 miliar/hari, jauh di atas syarat yakni minimal Rp 5 juta.
“Bila dilihat lebih dalam, sangat sulit saham GOTO terkena FCA. Bahkan tidak memenuhi revisi aturan FCA yang sudah menjadi wacana dalam beberapa hari terakhir, termasuk soal likuiditas,” kata Abdul Azis.
Selain itu, dari sisi volume, saham GOTO selalu di urutan teratas saham dengan volume transaksi terbanyak. Sepanjang bulan Mei, saham GOTO diperdagangkan sebanyak 60,27 miliar saham atau setara 17,90% dari total saham di BEI.
Tak hanya itu, Abdul mengatakan saat ini saham GOTO belum pernah masuk suspensi atau penghentian sementara perdagangan di BEI.
"Saya melihat sejak IPO hingga saat ini saham GOTO belum pernah disuspensi sehingga syarat ini juga tidak masuk walaupun begitu investor juga harus melihat lebih lanjut sentimen yang ada yang bisa menjadi indikasi positif ataupun negatif bagi pergerakan saham goto," ujar Abdul Aziz.
Saat ini, BEI juga meminta para pelaku pasar untuk memberikan masukan dan tanggapan soal rencana penyesuaian sejumlah poin kriteria tersebut, dengan mengirimkannya melalui suart elektronik peraturan.ppu@idx.co.id dan eqty@idx.co.id hingga 21 Juni 2024.
BEI juga menyediakan file matriks Tanggapan Pelaku Pasar atas konsep Peraturan Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus yang dapat diunduh melalui link https://www.idx.co.id/peraturan/rancangan-peraturan/.
"Apabila setelah tanggal tersebut kami belum menerima tanggapan dari Ibu/Bapak, maka dianggap telah menyetujui konsep peraturan tersebut."
(red/dba)