Menurut analis, meski masih menarik dikoleksi, tapi obligasi rupiah masih memiliki pemberat yaitu ketika Fed mengerek bunga acuan dan melanjutkan pengetatan moneter. Itu akan membawa modal asing tersedot lagi ke aset dolar AS.
Rupiah Kian Perkasa
Walau sentimen harga minyak dunia melahirkan kekhawatiran baru terkait dampak lanjutan terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dan pada akhirnya efek ke inflasi, sejauh ini analis menilai tekanan harga minyak belum akan memukul pamor aset rupiah.
“Kenaikan harga minyak kemarin hanya memicu aksi jual di indeks Nasdaq saja sebesar -0,3%, mengindikasikan dampak supply shock yang terbatas terhadap perekonomian secara keseluruhan. Sentimen positif di pasar obligasi global tetap bertahan dengan penurunan yield US Treasury. Maka itu, kami perkirakan yield SUN juga stabil di kisaran 6,7%-6,8%. Ini memberi optimisme terhadap potensi apresiasi rupiah sejalan dengan pelemahan indeks dolar AS,” jelas Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas dalam catatan pagi, Selasa ini.
Nilai tukar rupiah semakin perkasa ke posisi Rp 14.888 per dolar AS, pada pukul 14:06 WIB. Rupiah bersama baht Thailand memimpin penguatan mata uang emerging market Asia hari ini.
“Mata uang Asia bisa konsolidasi mendahului data non-farm payroll Amerika, sejalan dengan meredanya risiko perbankan dan pulihnya risk appetite terhadap emerging market,” kata Chang Wei Liang, FX and Credit Strategist di DBS Bank Singapura seperti diwartakan oleh Bloomberg News.
Indeks MSCI Emerging Market Currency menguat 0,1%.
~ dengan bantuan laporan Matthew Burgess dan Chester Yung dari Bloomberg News
(rui)