Soo-Hyang Choi - Bloomberg News
Bloomberg, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un sepakat memberikan bantuan militer segera jika salah satu dari mereka diserang. Kedua pihak menghidupkan kembali perjanjian yang berasal dari era Perang Dingin, dalam langkah yang kemungkinan akan mengganggu AS dan mitra-mitranya.
Kedua pemimpin menandatangani perjanjian tersebut pada Rabu (19/06/2024) selama kunjungan pertama Putin ke Korea Utara dalam 24 tahun. Kim Jong Un menyebut pakta tersebut sebagai "perjanjian terkuat" yang pernah ditandatangani antara kedua negara dan meningkatkan hubungan mereka menjadi aliansi.
"Jika salah satu pihak diserang oleh kekuatan bersenjata oleh suatu negara atau beberapa negara dan menghadapi perang, pihak lainnya harus tanpa penundaan dan sesuai dengan Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta hukum Korea Utara dan Rusia, memberikan bantuan militer dan bantuan lainnya dengan semua cara yang dimilikinya," demikian isi perjanjian tersebut, menurut teks yang diterbitkan pada Kamis (20/06/2024) oleh Kantor Berita Pusat Korea.

Setelah upacara penandatanganan, Kim Jong Un mengatakan perjanjian tersebut untuk tujuan defensif tetapi meningkatkan risiko bagi AS dan mitra-mitranya dalam menanggapi provokasi dari Moskow dan Pyongyang, serta merupakan simbol dari perlawanan mereka terhadap kekuatan Barat.
Pakta yang disebut Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif itu juga menyebutkan bahwa Rusia dan Korea Utara sepakat untuk bekerja sama dalam memperkuat kemampuan pertahanan mereka, sambil memperluas kerja sama di bidang perdagangan dan investasi.
Kunjungan Putin terjadi setelah Kim Jong Un melakukan perjalanan ke Rusia pada bulan September, yang kemudian ditunjukkan oleh citra satelit yang diikuti oleh peningkatan besar dalam transfer senjata. Putin terakhir mengunjungi Pyongyang pada 2000 sebagai presiden Rusia.
Moskow dan Pyongyang telah membantah adanya transfer senjata meskipun ada bukti yang menunjukkan hal tersebut terjadi.
(bbn)