Menaikkan BI rate tidak akan menjadi solusi yang tepat utuk menolong rupiah mengingat saat ini yield Treasury, surat utang AS, sejatinya sudah di level yang rendah yaitu di 4,2%.
"Mengingat imbal hasil yang rendah, kenaikan BI rate tidak akan menjadi solusi karena perbedaan suku bunga bukan penyebab utama pelemahan rupiah saat ini. Pandangan kami, BI akan menahan BI rate siang nanti dan hanya akan mengerek bunga acuan bila imbal hasil AS naik," kata Head of Equity Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dan Analyst Drewya Cinantyan dalam catatannya, siang ini.
Pelemahan rupiah saat ini, menurut analis, salah satunya adalah karena baru-baru ini ada kontrak forward (DNDF) yang jatuh tempo senilai US$600 juta yang tidak bisa diperpanjang.
Dalam situasi tersebut, pasar spot valas akhirnya dipenuhi oleh investor DNDF yang melikuidasi kontrak berjangka mereka dan memburu dolar. Lalu, ada juga BUMN Migas PT Pertamina Persero yang juga belanja dolar AS untuk keperluan impor migas di tengah kenaikan harga minyak. "Selain itu, juga ada korporasi yang perlu mengkonversi valas untuk membayarkan dividen," jelas Satria.
Pada saat yang sama, para hedge fund dan bank asing yang membangun posisi jual (short) USD/IDR terpaksa melakukan shortcover posisi mereka.
"Posisi itu dibangun pada akhir Mei ketika indeks dolar AS turun 1% dalam sepekan dengan imbal hasil Treasury yang sedikit lebih rendah. Berkebalikan dengan ekspektasi para trader, rupiah tidak menguat dibanding valuta emerging market lain bahkan melemah dari Rp16.090/US$ menjadi Rp16.400/US$ karena tingginya permintaan valuta asing di dalam negeri," jelas analis dan ekonom Bahana itu.
Untuk mendukung rupiah saat ini, BI diperkirakan akan terus memanfaatkan instrumen Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) secara agresif demi menarik dana asing masuk.
Hal itu diyakini bisa menggeser kurva imbal hasil dan menaikkan tingkat bunga di pasar sekunder. "BI menyadari dampak negatif terhadap likuiditas pasar [dengan terus mengerek bunga SRBI]. Namun, SRBI tetap menjadi pilihan paling layak saat ini dan kenaikan BI rate dianggap sebagai pilihan terakhir," kata Satria.
Pada lelang terakhir SRBI 14 Juni lalu, BI memenangkan tingkat imbalan di kisaran 7,345% untuk tenor 12 bulan. Level itu masih lebih rendah dibanding lelang sebelumnya yang sempat menyentuh 7.55%.
(rui)