Logo Bloomberg Technoz

“Resistensi antimikroba semakin memburuk namun kita tidak mengembangkan produk terobosan baru dengan cukup cepat untuk memerangi bakteri paling berbahaya dan mematikan ini,” kata Dr Yukiko Nakatani, Asisten Direktur Jenderal Resistensi Antimikroba WHO untuk sementara waktu . 

“Inovasi masih sangat kurang, bahkan ketika produk baru telah disahkan, akses masih merupakan tantangan yang serius. Agen antibakteri tidak menjangkau pasien yang sangat membutuhkannya, di negara-negara dengan semua tingkat pendapatan," tambahnya.

Bukan saja jumlah produk antibakteri yang tersedia terlalu sedikit, mengingat lamanya waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian dan pengembangan serta kemungkinan kegagalannya, inovasi yang ada juga tidak mencukupi. Dari 32 antibiotik yang sedang dikembangkan untuk mengatasi infeksi BPPL, hanya 12 yang dianggap inovatif. 

Selain itu, hanya 4 dari 12 patogen tersebut yang aktif melawan setidaknya 1 patogen 'kritis' WH. Kritis merupakan kategori risiko utama BPPL, dibandingkan prioritas 'tinggi' dan 'sedang'. Terdapat kesenjangan di seluruh lini, termasuk produk untuk anak-anak, formulasi oral yang lebih nyaman untuk pasien rawat jalan, dan agen untuk mengatasi meningkatnya resistensi obat.

Hal yang menggembirakan adalah agen biologis non-tradisional, seperti bakteriofag, antibodi, agen anti-virulensi, agen modulasi imun, dan agen modulasi mikrobioma, semakin banyak dieksplorasi sebagai pelengkap dan alternatif pengganti antibiotik.

Namun, mempelajari dan mengatur agen non-tradisional tidaklah mudah. Upaya lebih lanjut diperlukan untuk memfasilitasi studi klinis dan penilaian produk-produk ini, untuk membantu menentukan kapan dan bagaimana menggunakan agen-agen ini secara klinis.

Melihat antibakteri yang baru disetujui, sejak 1 Juli 2017, 13 antibiotik baru telah memperoleh izin edar namun hanya 2 antibiotik yang mewakili kelas kimia baru dan dapat disebut inovatif, menggarisbawahi tantangan ilmiah dan teknis dalam menemukan antibakteri baru yang efektif melawan bakteri dan aman untuk manusia.

Selain itu, 3 agen non-tradisional telah disetujui, semuanya merupakan produk berbasis feses untuk memulihkan mikrobiota usus, untuk mencegah infeksi Clostridioides difficile (CDI) berulang setelah pengobatan antibiotik pada orang dewasa.

Ramai wabah bakteri pemakan daging

Negara Jepang tengah dilanda wabah bakteri pemakan daging sindrom Toksik Syok Streptokokus (STSS). Pejabat Kesehatan Jepang pun melaporkan bahwa status wabah itu dalam kewaspadaan tinggi setelah hampir 1.000 kasus infeksi.

"Kebanyakan kematian terjadi dalam waktu 48 jam," kata Ken Kikuchi, seorang profesor dalam bidang penyakit menular di Universitas Kedokteran Wanita Tokyo. 

"Segera setelah pasien melihat pembengkakan di kaki di pagi hari, itu dapat membesar hingga mencapai lutut pada siang hari, dan mereka bisa meninggal dalam waktu 48 jam."

WHO mengatakan peningkatan kasus tersebut terjadi setelah berakhirnya pembatasan Covid-19.

Dilansir dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) bakteri pemakan daging (STSS) ialah infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus kelompok A.

Bakteri masuk dalam jaringan dan aliran darah kemudian melepaskan racun yang menyebabkan respons tubuh yang begitu cepat dan berbahaya. Meskipun hal ini amat jarang terjadi bila manusia terkena STSS dan kembali menularkan ke manusia lain.

(dec/spt)

No more pages