Logo Bloomberg Technoz

“Makin tinggi harga bahan bakar tradisional, makin besar pula insentif yang dibutuhkan untuk melanjutkan [upaya] transisi [menuju energi bersih],” ujar Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, Ole Sloth Hansen.

“Itu juga alasan mengapa OPEC+ tidak mematikan pasar mereka dengan mengejar return di atas US$ 100 per barel. Sebab, hal itu akan mencederai permintaan [minyak dunia] dan mempercepat transisi [menuju energi baru terbarukan/EBT].”

Investasi energi bersih di seluruh dunia hingga 2022. (Sumber: Bloomberg)

Negara-negara produsen minyak kini makin harus memperhitungkan persaingan dengan alternatif produk mereka. Saat mereka menaikkan harga minyak, ongkos teknologi dan bahan baku energi hijau mulai bergerak lebih murah setelah dua tahun harganya naik.

Lihat saja litium. Pada saat harga minyak melonjak pada Senin (3/4/2023), harga bahan baku baterai dan kendaraan listrik justru turun hampir 3%. Itu adalah penurunan selama 15 hari berturut-turut di tengah penurunan year to date sebesar  57% tahun ini.

Kondisi tersebut memudahkan pembuat mobil listrik seperti Tesla Inc. untuk memangkas harga jual, sejalan dengan makin banyaknya kendaraan listrik yang memasuki pasar.

Harga bahan baku EBT lainnya juga turun. Polisilikon –yang digunakan untuk membuat panel surya– turun 30% dari level puncaknya tahun lalu. Baja –yang digunakan dalam turbin angin– telah turun 40% di Eropa dan lebih dari 20% di Amerika Utara dari rekor puncaknya pada 2022

Namun, meskipun harga minyak yang lebih mahal dapat membuat mobil listrik dan alternatif lain lebih menarik, tidak mudah bagi pasar dunia untuk langsung beralih meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil. 

Harga minyak setelah putusan OPEC+ (Sumber: Bloomberg)

Di sisi lain, pemangkasan produksi OPEC+ juga dapat menyebabkan lebih banyak ekstraksi oleh negara lain, terutama Amerika Serikat (AS), meskipun dampaknya kemungkinan akan relatif kecil.

Perusahaan-perusahaan minyak besar di Barat di kedua sisi Atlantik telah berkomitmen membelanjakan laba mereka untuk dividen pemegang saham, bukan untuk meningkatkan produksi.

Meskipun ada tawaran berulang kali dari pemerintahan Presiden Joe Biden tahun lalu, produsen minyak AS tetap enggan untuk memacu lifting.  Mereka lebih memilih berhati-hati agar tidak jatuh lagi ke dalam siklus “boom and bust” (lonjakan dan penurunan harga komoditas energi).

"Anda mungkin melihat investasi minyak dan gas yang sedikit lebih tinggi di shale. Namun, perusahaan energi besar tidak akan merevisi rencana transisi mereka, hanya karena ada pengurangan produksi OPEC+,” kata Will Hares, analis Bloomberg Intelligence.

Risiko lain yang lebih besar terhadap upaya transisi energi global adalah inflasi akibat kenaikan harga minyak. Inflasi akan mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga dengan cepat dalam setahun terakhir.

Polisilikon, bahan baku utama panel surya. (Dok. Bloomberg)

Sejauh ini, rezim moneter ketat sudah menjungkirbalikkan pembiayaan beberapa proyek energi terbarukan berskala besar yang selama bertahun-tahun mengandalkan pinjaman lunak.

Menurut Hansen dari Saxo Bank, seiring dengan penguatan dolar AS, biaya untuk menambang logam penting yang diperlukan bagi teknologi EBT –seperti baterai, turbin angin, dan kabel– bisa menjadi lebih mahal.

Namun, pada akhirnya, setiap dampak negatif dari pengurangan produksi OPEC+ kemungkinan tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan faktor-faktor lain seperti langkah jangka panjang menuju dekarbonisasi, menurut Torsten Lichtenau, mitra di Bain & Co.

Harga minyak akan terus berfluktuasi, dan invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu telah mengajarkan dunia tentang pentingnya sumber energi domestik yang dapat diandalkan. Energi terbarukan makin dilirik tidak hanya sebagai cara untuk mengurangi karbon, tetapi juga sebagai cara untuk membatasi ketergantungan terhadap produsen bahan bakar fosil yang tidak dapat diprediksi.

“Keamanan energi memiliki dampak yang jauh lebih besar pada transisi energi. Dalam jangka panjang, itu akan mempercepat transisi energi lebih dari pemotongan produksi yang mendukung harga minyak,” kata Lichtenau.

(bbn)

No more pages