Logo Bloomberg Technoz

Konsensus 19 Analis/Ekonom yang disurvei oleh Bloomberg sampai dengan pagi hari ini, Kamis (20/6/2024), menghasilkan median 6,25% untuk BI-Rate, 

Dengan kata lain, pasar masih berekspektasi Bank Sentral yang dipimpin oleh Gubernur Perry Warjiyo itu akan kembali menahan BI-Rate di level saat ini, untuk bulan ketiga.

Dari 33 prediksi yang dicatat termasuk dari 19 Analis/Ekonom yang disurvei, hanya tiga analis yang memperkirakan BI akan mengerek suku bunga acuan 25 bps menjadi 6,50% dalam pertemuan RDG Juni 2024 ini.

Dengan kekhawatiran yang masih ada terhadap risiko pelemahan yang menjegal rupiah sejak pekan lalu, sepertinya akan membayangi pergerakan pasar. Mengantisipasi kenaikan BI-Rate lagi terutama bila nilai rupiah makin melemah.

Mencermati sentimen di pasar, sejatinya masih ada potensi rupiah tertekan kian jauh ke kisaran Rp16.600–Rp16.750/US$ bila tidak ada daya ungkit yang cukup ampuh, di mana hal itu dapat menaikkan ekspektasi pasar terhadap kenaikan BI rate, mengutip analisis Maybank seperti dilansir oleh Bloomberg.

Data terbaru sebagai parameter Bank Indonesia adalah nilai Cadangan Devisa RI yang saat ini mungkin dianggap oleh BI masih cukup 'Aman' menahan guncangan rupiah. Posisi CADEV pada Mei telah bertambah US$2,8 miliar pada Mei lalu menjadi sebesar US$139 miliar.

Ini menjadi kali pertama Cadangan Devisa menanjak naik di sepanjang 2024. Selama 4 bulan pertama 2024, Cadangan Devisa Indonesia selalu turun.

Data ekonomi penting lainnya, pada Rabu, Badan Pusat Statistik memaparkan, nilai ekspor Indonesia pada Mei mencapai US$22,33 miliar. Menanjak 2,86% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). 

Menariknya, ini juga membaik positif dibandingkan April kemarin yang tumbuh 1,72% yoy. Konsensus yang dihimpun Bloomberg memperkirakan ekspor Mei terkontraksi (tumbuh negatif) 1,2% yoy. 

Neraca Perdagangan Mei 2024 (BPS)

Adapun impor Indonesia terjadi kontraksi pada Mei. BPS mengumumkan nilai impor RI pada Mei tercatat US$19,4 miliar. Terkontraksi (tumbuh negatif) 8,83% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Realisasi impor ini memburuk dibandingkan April yang masih tumbuh 4,62% yoy. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan terjadi kontraksi impor sebesar 10% yoy pada Mei. 

Dengan demikian, Neraca Perdagangan Indonesia pada Mei mengalami surplus US$2,93 miliar.

Neraca Perdagangan telah membukukan surplus selama 49 bulan beruntun. Kali Neraca Perdagangan mengalami defisit adalah pada April 2020 silam. Dalam 20 tahun, ini adalah rangkaian surplus terpanjang kedua.

Dari regional, seperti yang diwartakan Bloomberg News, investor juga mencermati ke penetapan suku bunga pinjaman China untuk jangka waktu satu dan lima tahun pada Kamis nanti. Angkanya diperkirakan tetap tidak berubah untuk bulan keempat setelah keputusan Bank Sentral China (People's Bank of China/PBOC) pada Senin untuk mempertahankan suku bunga satu tahunnya.

Namun menurut Bloomberg Economics, pemulihan yang rapuh dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang lemah menggarisbawahi bahwa PBOC perlu melakukan pelonggaran lebih lanjut untuk meningkatkan permintaan.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,12% ke 6.726 dan masih disertai dengan volume penjualan yang cenderung meningkat.

“Koreksi yang terjadi pada IHSG pun telah mencapai target yang kami berikan. Pada skenario terbaiknya (label hitam), koreksi IHSG sudah berada di akhir wave [v] dari wave C dari wave (2), sehingga koreksinya relatif terbatas,” papar Herditya dalam risetnya pada Kamis (20/6/2024).

Herditya juga memberikan catatan, waspadai, apabila IHSG menembus 6.639 sebagai support-nya, maka IHSG akan menguji 6.450-6.562 pada label merah.

Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, BUKA, HRTA, MDKA, dan MYOR.

Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, kondisi nilai tukar Rupiah masih menjadi pemberat IHSG untuk keluar dari tekanan jual.

“IHSG masih berpeluang uji 6.700 dengan critical support level berikutnya di 6.650. Kekhawatiran mengenai kenaikan defisit anggaran pada APBN 2024 seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah saat ini dan sejumlah program prioritas di 2024 jadi sentimen.” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi TLKM, INCO, ELSA, INTP, dan ACES.

(fad)

No more pages