Sementara pada laporan terakhirnya di bulan Juni yakni pada 14 Juni 2024, yield SRBI berada pada angka 7,11%-7,27% untuk tenor 6 bulan, 7,23%-7,40% untuk tenor 9 bulan, dan 7,28%-7,55% untuk tenor 12 bulan.
"Karena di Juni level yield-nya turun cukup banyak. Aktual penurunan dari Mei ke Juni sejauh ini turunnya 20 bps [basis poin]," pungkas Irman.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi BI tetap menahan suku bunga acuannya pada bulan ini karena mempertimbangkan kondisi inflasi yang terkendali, posisi cadangan devisa RI yang membaik, hingga prospek keseimbangan eksternal yang terjaga.
"BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan BI rate di level 6,25% pada RDG bulan Juni mengingat suku bunga acuan di level 6,25% saat ini masih konsisten untuk menjangkar ekspektasi inflasi serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," kata Josua kepada Bloomberg Technoz, Rabu (19/6/2024).
Josua menjelaskan bahwa penguatan dollar AS terhadap mata uang global dalam beberapa minggu terakhir dipengaruhi oleh faktor sentimen pelemahan Euro di tengah ketidakpastian politik di Eropa.
Tak hanya itu, ketidakpastian suku bunga bank sentral global terutama bank sentral AS Federal Reserve juga menjadi pemicunya. Ia menyebut, pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan Juni 2024, The Fed diperkirakan memiliki ruang untuk memangkas Fed Fund Rate atau suku bunga bank sentral AS sebesar 25 bps di 2024 dan 100bps pada tahun 2025.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pelemahan rupiah dan mata uang global lainnya sebenarnya dipengaruhi oleh faktor sentimen dan tidak mencerminkan faktor fundamental ekonomi Indonesia. Dengan begitu, ia memprediksi pelemahan rupiah yang terjadi cenderung bersifat sementara.
“Oleh sebab itu, BI diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga BI rate di level 6,25% setelah terakhir BI menaikkan suku bunga acuan BI pada RDG bulan April yang lalu,” pungkas Josua.
(azr/lav)