Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut pernah meminta uang sebesar Rp12 miliar kepada pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai biaya untuk menerbitkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Hal ini terungkap saat Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) non aktif, Kasdi Subagyono memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta. Dia menjadi terdakwa bersama eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dalam kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementan pada 2020-2023.
Kasdi pun mengungkap awal dari permintaan tersebut yaitu rapat antara BPK dengan SYL dan sejumlah eselon I Kementan. Pada saat itu, mereka bertemu dengan Anggota IV BPK, Haerul Saleh.
"Kemudian ada pembicaraan empat mata [Haerul Saleh dan SYL]. Saya tidak tahu isinya” kata Kasdi di persidangan, Rabu (19/6/2024).
Usai pertemuan tersebut, beberapa eselon I Kementan kembali bertemu dengan staf BPK. Salah satunya Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan, Hermanto dengan auditor BPK, Victor.
Kasdi kemudian mendapat laporan bahwa auditor BPK meminta uang Rp10 miliar kepada Kementan untuk mendapatkan status WTP. Permintaan kemudian justru bertambah menjadi Rp12 miliar. Akan tetapi, dia mengklaim tak mengetahui alasan dan penyebab kenaikan biaya tersebut.
“Pada saat itu, dari situ lah saya dapat info dari Dirjen PSP ada permintaan uang, permintaan uang sejumlah Rp10 miliar. Awalnya Rp10 miliar, kemudian tambah dua menjadi Rp12 miliar” ujar Kasdi.
Sebelumnya, Hermanto memang sempat memberikan kesaksian adanya permintaan uang pelicin sebesar Rp12 miliar oleh oknum BPK kepada Kementan untuk diberikan predikat WTP. Pada saat itu, BPK menemukan kejanggalan pada proyek food estate atau lumbung pangan nasional di masa kepemimpinan SYL.
(fik/frg)