Logo Bloomberg Technoz

Secara keseluruhan, Direktur WCC IMD Arturo Bris menjelaskan bahwa peringkat daya saing Indonesia naik ke posisi 27 dunia dari posisi 34 dunia pada tahun 2023. Arturo menyebut, meningkatnya daya saing RI utamanya disokong peningkatan performa ekonomi Indonesia.

“Daya saing Indonesia di dongkrak oleh peningkatan performa ekonomi, kemampuan menarik kapital, dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun ini performa ekonomi Asia Tenggara amat baik, kecuali untuk Malaysia yang turun peringkat,” kata Arturo dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (19/6/2024).

Lebih lanjut, dalam laporan itu disebutkan bahwa peringkat performa ekonomi RI naik menjadi posisi 24 dunia dari yang tahun sebelumnya pada posisi 29 dunia.

Jika dirinci, peringkat ekonomi domestik dipatok pada posisi 10 dunia, perdagangan internasional pada posisi 50 dunia, investasi internasional posisi 36 dunia, ketersediaan pekerjaan posisi 32 dunia, serta tingkat inflasi dan biaya hidup di posisi 12 dunia.

Selanjutnya, pada aspek efisiensi pemerintah Indonesia dilaporkan pada posisi 23 dunia. Dirinci lebih lanjut, perundangan bisnis berada pada posisi 42 dunia,  kerangka sosial pada posisi 39 dunia, kebijakan pajak pada posisi 12 dunia, kebijakan finansial pada posisi 18 dunia, dan kerangka kelembagaan posisi 25 dunia.

“Untuk efisiensi pemerintah, nilai Indonesia paling terpuruk terkait perundangan bisnis yang mendukung daya saing sektor swasta seperti aturan perdagangan, persaingan dan ketenagakerjaan. Peringkat kedua terburuk terkait kerangka sosial yang mengukur keadilan penegakan hukum, pendapatan, dan kesetaraan gender,” jelas Arturo.

Sedangkan pada efisiensi bisnis, IMD menempatkan Indonesia pada peringkat 14 dunia. Capaian ini, didukung oleh masifnya ketersediaan tenaga kerja yang menduduki posisi 2 dunia, efektivitas manajemen perusahaan pada posisi 10 dunia,  perilaku dan tata nilai masyarakat pada posisi 12 dunia. Selanjutnya, tingkat finansial perusahaan dan produktivitas perusahaan masing-masing tercatat pada posisi 25 dunia dan 30 dunia.

“Penelitian berdasarkan survei dan data keras ini dilakukan bukan sekedar mengukur tingkat daya beli, produktivitas, dan PDB semata, tapi turut memperhitungkan faktor sosial, budaya, dan keberlanjutan lingkungan,” pungkas Arturo.

(azr/lav)

No more pages