Nvidia hari ini telah membukukan total keuntungan sebesar 591,078% sejak penawaran saham perdananya, termasuk dividen yang diinvestasikan kembali.
Pencapaian yang sulit untuk dipahami dan merupakan bukti, sebagian, dari orang–orang di sektor keuangan yang terjadi di sekitar kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Juga, bagaimana investor melihat Nvidia—yang membuat cip canggih guna menggerakkan teknologi—sebagai pemenang tunggal terbesar dari booming tersebut.
Hari Selasa waktu AS, perjalanan tersebut mencapai puncaknya ketika Nvidia berhasil menggeser Microsoft Corp sebagai perusahaan paling bernilai di dunia dengan kapitalisasi pasar sebesar US$3,34 triliun (sekitar Rp53.440 triliun). Lebih dari US$2 triliun merupakan hasil penambahan di 2024.
Kebangkitan perusahaan ini sama sekali tidak terjamin - dan begitu pula dengan daya tahannya di puncak S&P 500. Investor lama di Nvidia harus menanggung tiga kali kejatuhan tahunan sebesar 50% atau lebih pada sahamnya.
Mempertahankan reli NVDA saat ini akan mengharuskan pelanggan terus membelanjakan miliaran dolar per kuartal untuk peralatan AI, yang sejauh ini laba atas investasinya relatif kecil.
Apa yang pada akhirnya membuka jalan bagi Nvidia naik ke puncak adalah taruhan besar perusahaan pada cip grafis dan visi co–founder dan Chief Executive Officer (CEO) Jensen Huang bahwa industri akan beralih ke apa yang disebutnya “komputasi akselerasi,” sesuatu yang secara inheren lebih baik daripada pesaing.
“Anda harus memberi tim manajemen, menurut saya, pujian yang sangat besar. Mereka telah menangkap setiap gelombang inovasi dalam perangkat keras dengan sangat baik,” kata Brian Mulberry, manajer portofolio klien di Zacks Investment Management.
Perjalanan Nvidia sejak IPO hingga sekarang.
Nvidia jelang tahun 2000
Nvidia memulai dengan awal yang baik.
Antara debutnya dan saat masuk ke dalam S&P 500, saham NVDA naik lebih dari 1.600%, memberikan nilai pasar sekitar US$8 miliar. Kenaikan tersebut terjadi ketika banyak saham teknologi lainnya jatuh setelah bubble dot-com, yang mencapai puncaknya pada Maret 2000.
Kunci kesuksesan awal perusahaan ini: memasukkan teknologinya ke dalam konsol video-game seperti Xbox dari Microsoft dan PlayStation dari Sony. Unit pemrosesan grafis (Graphics Processing Units/GPU) GeForce Nvidia, menjadi objek yang diidam-idamkan oleh para gamer karena secara konsisten menawarkan pengalaman yang paling realistis.
“Jensen (Huang) menjadi ahli komunikasi yang hebat, menceritakan kisah yang bagus, dan jelas GPU menjadi semakin penting,” ujar Rhys Williams, kepala strategi di Wayve Capital Management, yang menjadi pembeli dalam IPO tersebut.
“Setiap generasi perangkat hardware yang berurutan memberikan kinerja yang jauh lebih baik, gambaran yang jauh lebih realistis, dan kemudian PC gaming benar-benar muncul.”
Litigasi dan Kompetisi
Enam tahun berikutnya Nvidia menghadapi tantangan. Saham perusahaan anjlok pada tahun 2008 karena krisis keuangan. Efeknya melemahkan permintaan NVDA dan saingannya, Advanced Micro Devices Inc (AMD) yang telah lama berjuang mulai membalikkan keadaan.
Kemudian, perjanjian antara Nvidia dan Intel yang memungkinkan perusahaan untuk menggunakan kemampuan masing-masing menjadi buruk. Hal ini memaksa Nvidia keluar dari salah satu pasar terbesarnya. Keduanya menyelesaikan masalah ini pada tahun 2011, dengan Intel setuju untuk membayar Nvidia sebesar US$1,5 miliar.
Tahun berikutnya, Nvidia meluncurkan cip grafis untuk server di dalam pusat data. Cip ini dapat membantu pekerjaan komputasi canggih seperti eksplorasi minyak dan gas, juga memprediksi cuaca. Hal yang memberikan Nvidia tumpuan bahwa operasinya dapat menguntungkan.
Namun, cip tersebut tidak langsung dijual begitu saja. Butuh waktu hampir sembilan tahun bagi saham Nvidia untuk melampaui harga tertinggi di tahun 2007.
Kripto dan Covid
Saham Nvidia kembali melejit pada tahun 2015. Selama periode tersebut, chip perusahaan ini menjadi fondasi teknologi yang sedang berkembang, mulai dari interface grafis yang canggih, kendaraan otonom, hingga gelombang baru produk AI.
Saat itulah Shana Sissel, CEO di Banrion Capital Management, pertama kali benar-benar memperhatikan perusahaan ini. Ia menggambarkan sebuah konferensi tahun 2017 di mana Nvidia lebih mirip pemenang kontes daripada ide investasi.
“Setiap pembicara berbicara tentang Nvidia sebagai perusahaan yang paling penting. Pada saat itu, Nvidia benar-benar ada di layar radar saya,” kata Sissel.
Bahkan setelah permintaan dari para penambang mata uang kripto mengering, penjualan pusat data terus bertumbuh.
Pandemi Covid-19 mendorong bisnis tersebut, karena perusahaan perlu membeli daya komputasi tambahan untuk mendukung pekerjaan jarak jauh.
{endapatan pusat data Nvidia meningkat delapan kali lipat dari tahun fiskal 2017 ke tahun fiskal 2021.
Penjualan AI Meledak
Saham Nvidia merosot pada tahun 2022 bersama dengan sektor teknologi lainnya. Kala itu tejadi guncangan akibat melonjaknya suku bunga dan turunnya permintaan setelah booming era pandemi Covid-19.
Perilisan ChatGPT oleh OpenAI pada akhir tahun 2022 membuat gebrakan instan, tetapi butuh waktu bagi investor untuk menyadari bagaimana Nvidia dapat memperoleh keuntungan.
Akhirnya, minat terhadap ChatGPT dan produk AI generatif lainnya meledak, memicu lonjakan pesanan cip Nvidia.
Ketika perusahaan melaporkan pendapatan kuartal pertama 2023, skala lonjakan bisnisnya mengejutkan hampir semua orang di Wall Street. Nvidia memberikan perkiraan penjualan kuartalan yang lebih dari 50% di atas proyeksi rata-rata.
Penjualan pusat data Nvidia melampaui pendapatan game untuk pertama kalinya pada tahun fiskal 2023. Pada tahun fiskal Nvidia saat ini, para analis memperkirakan penjualan tersebut akan mencapai US$100 miliar.
“Nvidia memiliki tempat yang sangat kuat di industri ini. Mereka tidak akan menguasai 95% pangsa pasar selamanya, tentu saja, tetapi hampir tidak mungkin bagi siapa pun untuk menggantikan mereka,” kata Williams, ahli strategi di Wayve Capital Management.
(bbn)